PROPOSAL
A. Judul : Kesalahan Berbahasa pada Karangan Narasi Siswa
Kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang Tahun Ajaran
2011/2012.
B.
Latar
Belakang Masalah
Hakikat
pembelajaran bahasa yaitu belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh
karena itu, pembelajaran berbahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis (Depdiknas, 2005:5). Ada
empat keterampilan bahasa yang harus diperhatikan dalam berbahasa yaitu
keterampilan membaca, keterampilan berbicara, keterampilan menyimak dan
keterampilan menulis. Setiap ketrampilan tersebut mempunyai hubungan yang
sangat erat (Tarigan, 1994:1).
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling
penting dan sulit dikuasai. Namun demikian, pembelajaran menulis disekolah
ternyata belum mempunyai tempat yang cukup. Pembelajaran menulis hanya
mendapatkan porsi waktu yang kurang dibanding dengan pembelajaran kebahasaan
yang lain seperti berbicara, membaca dan menyimak.
Selain itu, guru hanya berorientasi untuk melihat hasil
tulisan siswa tanpa membelajarkan proses menulis pada siswa. Akhirnya, tujuan
pembelajaran menulis hanya mengarah pada pencapaian kemampuan menulis siswa,
dengan kata lain siswa hanya dituntut untuk cerdas serta intelektual saja. Hal
inilah yang menjadikan menulis sebagai suatu beban (Kusmiatun, 2005: 133).
Tujuan
pengajaran bahasa adalah agar siswa terampil berbahasa, terampil menyimak, terampil berbicara,
terampil membaca,
dan
terampil menulis. Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa
yang menjadi tujuan pengajaran di sekolah. Adapun keterampilan bahasa yang lain
adalah menyimak, berbicara, membaca. Hal ini dapat dilihat dari rambu-rambu
kurikulum pendidikan dasar yang menyatakan bahwa pembelajaran bahasa mencakup
aspek mendengarkan, berbicara, membaca,
dan menulis (Depdikbud, 1993:4).
Seseorang dikatakan memiliki
keterampilan apabila ia dapat mengkomunikasikan gagasan secara tertulis, yaitu
menuangkan gagasan secara tertulis kepada pembaca dan pembaca dapat memahami
gagasan yang telah dituaangkan dalam bentuk tulisan tersebut (Depdikbud,
1993:56).
Kemampuan menulis merupakan salah satu keterampilan
berbahasa yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia karena menulis
digunakan untuk berkomunikasi, yaitu mengungkapkan gagasan, pengalaman dan
pesan. Proses menulis merupakan satu kesatuan ujaran yang diikat oleh struktur
bahasa dalam kesatuan yang logis. Kegiatan menulis menghasilkan produk dari
imajinatif yang tinggi, sehingga menulis dikelompokkan ke dalam kegiatan yang
produktif dan ekspresif (Tarigan, 1994:3-4).
Keterampilan dalam menulis siswa harus dibina dan
dikuasai sejak dini sebagai salah satu keterampilan berbahasa, untuk
meningkatkan keterampilan menulis perlu melalui pelatihan yang kontinyu untuk
mengembangkan suatu tulisan dengan baik. Oleh karena itu, seseorang harus
menguasai kemampuan dasar dalam menulis, yaitu yang berkaitan dengan masalah
pilihan kata, efektivitas kalimat dan pembelajaran (Akhadiah,dkk, 1996: 71).
Kegiatan
menulis memang tidaklah mudah. Akhadiah (1996:1) mengemukakan bahwa banyak
orang yang menganggap kegiatan menulis sebagai beban berat. Anggapan tersebut
timbul karena kegiatan menulis meminta banyak tenaga, waktu, serta perhatian
yang sungguh-sungguh. Upaya membina kemampuan menggunakan bahasa siswa sudah
dirintis sejak dulu, dengan menerapkan kurikulum yang menitikberatkan pada
penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Dalam senua kurikulum yang pernah
diterapkan tersebut, pada hakikatnya kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa dan sastra
secara baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.
Keterampilan menulis yang dimiliki seseorang, diperoleh
dengan latihan yang intensif. Kemampuan menulis bukanlah keterampilan yang
diwariskan secara turun mrnutun, tetapi merupakan hasil proses belajar dan
ketekunan yang berlatih. Untuk memiliki keterampilan menulis tidak cukup dengan
mempelajari pengetahuan tentang teori menulis, ataupun hanya melafalkan
definisi tang terdapat dalam bidang menulis, tetapi diperlukan proses berlatih
secara terus menerus dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap
kemampuan dan keterampilan berbahasa di sekolah hendaknya dilakukan secara
terprogram dan berorientasi pada pengembangan dan peningkatan kompetensi siswa.
Mengingat semua jenis dan jenjang pendidikan menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional) maka, penguasaan keterampilan bahasa Indonesia menjadi
kunci keberhasilan pendidikan di Indonesia.
Badudu
(melalui Sabarini, 1987 : 2) menyatakan bahwa, bahasa adalah alat penghubung,
alat komunikasi anggota masyarakat, yaitu individu-individu sebagai manusia
yang berfikir, merasa, dan berkeinginan. Pikiran, perasaan, dan keinginan baru
terwujud bila dinyatakan. Dan alat untuk menyatakan itu adalah bahasa. Bentuk
menyatakan pikiran yang menggunakan bahasa itu memiliki dua jenis, yaitu bentuk
komunikasi lisan yang dikenal dengan istilah berbicara, dan bentuk komunikasi
tertulis yang lebih dikenal dengan istilah mengarang atau menulis.
Karangan yang baik menggunakan kaidah-kaidah bahasa
indonesia yang baik dan benar. Karangan
merupakan wujud keterampilan menulis. Keterampilan menulis adalah salah satu
keterampilan berbahasa yang produktif. Dalam kegiatan menulis atau mengarang
diperlukan kemampuan menggunakan tata
tulis yang benar yaitu penulisan ejaan yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang
berlaku (hidayat,1981:17).
Keterampilan
mengarang memang tidak muncul dengan sendirinya. Keterampilan mengarang dapat
dipelajari tentu saja dengan berlatih mengarang. Seseoarang yang mengarang
harus menguasai kaidah bahasa dan subjek yang akan ditulis. Selain itu, ia
harus menguasai teknik menyusun karangan.
Hafera (2003: 7) berpendapat bahwa mengarang merupakan
kegiatan yang mudah dilakukan oleh siapapun apabila kegiatan mengarang
dilakukan secara rutin. Orang yang suka mengarang secara rutin semakin lama
akan menambah perbendaharaan kata menjadi variasi. Belajar mengarang melatih
seseorang untuk mengutarakan ide-ide
atau pilihanya dengan menyusun kata dengan runtut untuk memudahkan pembaca
memahami isi tulisan.
Kesalahan bahasa tulis yang terjadi pada siswa dapat
dilihat saat guru memberi tugas untuk mengarang. Arti mengarang/menulis oleh
Hafera (2003: 3) sebagai “kemampuan memahami diri sendiri dan mengeluarkan
secara tertulis, atau mengorganisasikan ide menjadi rangkaian yang logis dalam
tulisan”. Kesalahan bahasa tertulis dalam linguistik dibedakan atas kesalahan
bidang fonologi pada ejaan, kesalahan bidang sintaksis dalam tata kalimat, dan
kesalahan bidang semantik dalam pilihan kata atau diksi (Pateda, 2000: 196).
Dari batasan-batasan di atas, diketahui bahwa mengarang
diperlukan kemampuan menggunakan tata bahasa dan keterampilan berbahasa yang
baik dan benar, sehingga penulis dapat lebih mudah mengungkapkan segala ide,
gagasan, ataupun peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Akan
tetapi, dalam kegiatan tulis-menulis masih banyak siswa yang menggunakan
kalimat yang tidak efektif. Banyak penilaian yang diberikan terhadap pengajaran
bahasa Indonesia terutama paenggunaan kalimat efektif dalam karangan siswa
belum mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
penggunaan kosakata dan ketidakcermatan penggunaan kaidah bahasa Indonesia yang
baik dan benar sehingga menimbulkan kesalahan berbahasa dan
pada jenjang ini mereka lebih senang menonjolkan emosinya daripada
penalarannya.
Mengarang merupakan kegiatan kognitif yang kompleks. Oleh
karena itu, wajar jika dalam sebuah tulisan terdapat kesalahan (termasuk
kesalah penggunaaan bahasa). Tetapi bagaimanapun juga kesalahan adalah
kesalahan. Kesalahan penggunaan bahasa menghambat proses komunikasi. Gagasan
yang dikemukakan penulis tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh pembaca. Dalam
konteks pengajaran bahasa, kesalahan penggunaan bahasa dalam proses
pembalajaran dapat mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh karena
itu, kesalahan bahasa yang sering dibuat siswa harus dikurangi dan kalau dapat
dihilangkan sama sekali.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi
atau mengatasi kesalahan tersebut adalah dengan mengadakan analisis kesalahan
penggunaan bahasa (dalam hal ini ejaan dan kata baku) oleh siswa. Dengan
analisis itu, dapat diketahui dipahami kesalahan-kesalahanya. Hal ini dapat
digunakan sebagai umpan balik dalam proses pembelajaran berikutnya.
Atas kenyataan dan pendapat akan pentingnya kegiatan
mengarang dan masih banyaknya ketidaksesuaian dalam penulisan maupun penggunaan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar pada siswa, maka penulis memfokuskan
penelitian ini mengenai kesalahan berbahasa pada karangan siswa. Dengan
pertimbangan tersebut, maka penulis mengangkat judul “Kesalahan Berbahasa pada
Karangan Narasi Siswa Kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang Tahun Ajaran 2011/2012”.
C.
Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang tersebut di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah wujud kesalahan berbahasa pada karangan narasi siswa kelas VII D SMP Negei 26 Semarang tahun ajaran 2011/2012?
D.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah Mendeskripsikan wujud
kesalahan berbahasa
pada karangan narasi siswa
kelas VII
D SMP Negei 26 Semarang tahun ajaran 2011/2012.
E.
Manfaat
Penelitian
1. Manfaat
teoritis
Untuk menambah pengetahuan tentang kesalahan berbahasa pada karangan narasi mata pelajaran bahasa Indonesia
dalam Ilmu Analisis Kesalahan Berbahasa.
2. Manfaat
praktis
Dilihat
dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kesalahan berbahasa yang digunakan untuk membuat
karangan narasi
dan mengetahui dampak kesalahan berbahasa
terhadap kejelasan makna studi kasus kelas VII D SMP Negei 26 Semarang tahun ajaran 2011/2012.
F.
Penegasan
Istilah
Penegasan
istilah disini adalah penegasan istilah-istilah agar tidak terjadi
kesalahpahaman istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka perlu
adanya penegasan istilah. Istilah-istilah yang ada dalam penelitian ini adalah kesalahan berbahasa, karangan, deskrisi dan siswa kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang.
1.
Kesalahan
berbahasa
Penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang
menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma
kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia (Setyawati,
2010: 15).
2.
Karangan
Mengarang
adalah kegiatan yang kompleks. Mengarang dapat kita pahami sebagai “keseluruhan
rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan penyampaian melalui
bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami secara tetap seperti dimaksud oleh
pengarang (Widyamarta, 2002: 12). Sebuah karangan disusun dari hasil pemilihan
kata-kata yang sesuai atau tepat menjadi kalimat yang dikehendaki, untuk
menuangkan ide atau gagasan sehingga menjadi suatu cerita karangan yang baik.
Bahasa juga menciptakan suara bagi yang boleh bicara, apa yang boleh dikatakan,
apa dan siapa yang dihargai.
3.
Siswa
Kelas VII D SMP Negeri 2 Semarang.
Siswa Kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang yang dimaksud adalah
siswa yang duduk di kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang tahun ajaran 2011/2012.
G.
Metode
Penelitian
1.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian eksperimen semu yakni melibatkan kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen. Kelas eksperimen menggunakan contoh teks narasi dan kelas kontrol tanpa menggunakan contoh teks narasi.
2.
Desain
Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan jenis
quasi eksperimen, disebut quasi eksperimen karena dalam penelitian ini, siswa
tidak di isolasi atau karangtina, sehingga masih ada pengaruh dari lingkungan.
Adapun desain penelitian menggunakan desain statis dengan dua kelompok
(Purnomo, 2009). Dua kelompok yang dimaksud adalah kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
Adapun desain penelitian ini dapat
digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel
l. Desain penelitian
Kelompok
|
Treatment
|
Protest
|
Eksperimen
|
XI
|
T
|
Kontrol
|
X2
|
T
|
Keterangan:
Xl = Efektivitas pengajaran ketrampilan menulis
karangan narasi dengan contoh teks
narasi
X2 = Efektivitas pengajaran ketrampilan menulis
karangan narasi tanpa menggunakan
contoh teks narasi
T = Tes akhir
3.
Objek
Penelitian
a.
Objek Penelitian
1) Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Apabila seseorang akan meneliti semua elemen yang berada dalam
wilayah penelitian, maka penelitian itu disebut penelitian populasi (Arikunto,
2007: 103). Populasi di dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII D di SMP Negeri 26 Semarang. Populasi dalam kelas
SMP Negeri 26 Semarang
adalah sebanyak:
Kelas Jumlah
siswa
VIII1 30 siswa
VIII2 30 siswa
Jumlah 60 siswa
2) Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan.
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010: 8l).
Jika subjeknya kurang dari 100, lebih
baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Tetapi, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara l0 - 15% atau 20 -
25% atau lebih (Arikunto, 2006: 134). Maka dalam penelitian ini, sampel yang
diambil adalah 20%. Karena jumlah populasi dalam penelitian ini kurang dari
100, maka peneliti mengambil semua populasi sebagai sampel.
4.
Variabel
Penelitian
a.
Variabel Terikat
Variabel terikat
adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas (Sugiyono, 2010: 39).
Yang dimaksud
dengan menulis disini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 26 Semarang.
b.
Variabel Bebas
Variabel bebas
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 20l0: 39).
Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah karangan deskripsi. Peningkatan yang diharapkan
adalah siswa mampu menulis karangan deskripsi.
5.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan
untuk mengukur kemampuan menulis karangan deskripsi sebelum dan sesudah
menggunakan contoh teks
deskripsi adalah teknik tes, observasi dan dokumentasi.
a.
Teknik Tes
Langkah-langkah pembelajaran
dalam menulis karangan deskripsi dengan contoh teks deskripsi sebagai media pembelajaran adalah
dengan pembelajaran diawali dengan apersepsi dan motivasi kepada siswa dalam
memotivasi, guru berupaya dengan senang hati agar tercipta suasana belajar yang
kondusif. Guru melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan
karangan deskripsi dan aspek-aspek dalam menulis.
Tabel 3. Skor Penilaian
Kemampuan Berbicara
No
|
Indikator
|
Diskriptor
|
Skor
|
1
|
Isi Gagasan
|
1. Isi
gagasan jelas tidak terpengaruh gagasan lain, intonasi tepat
2. Tidak
ada kesalahan yang berarti dalam gagasan siswa
3. Terdapat
sedikit kesalahan, tetapi secara keseluruhan masih dapat diterima
4. Kesalahan
agar sering dan terganggu
|
4
3
2
1
|
2
|
Organisasi Isi
|
1. Organisasiisi
tepat, dan bervariasi sesuai situasi kondisi dan status pendengar
2. Organsasi
isi sudah tepat dan bervariasi, hanya sekali-kali ada kata yang kurang cocok
3. Cukup
baik, hanya kurang bervariasi
4. Penggunaan
kata yang tidak tepat agak banyak
|
4
3
2
1
|
3
|
Gramatikal
|
1. Stuktur
bahasa sangat cermat sesuai kaidah yang berlaku
2. Struktur
bahasa pada umumnya sudah cermat, tidak ditemui penyimpangan yang dianggap
merusak bahasa
3. Ada
beberapa kata kesalahan tetapi tidak merusak bahasa
4. Cukup
banyak kesalahan yang mencerminkan ketidakcermatan yang dapat dianggap
merusak bahasa.
|
4
3
2
1
|
4
|
Kosakata
|
1. Sangat
baik
2. Mendekati
sempurna
3. Cukup
baik, tetapi tidak bias dianggap sempurna
4. Banyak
ketidaksesuaian dalam kosakata
|
4
3
2
1
|
5
|
Ejaan dan tanda baca
|
1. Isi
sangat sesuai dengan topik sehingga benar-benar mewakili topic
2. Ada
sedikit yang tidak cocok tetapi tidak mengganggu
3. Masih
ada yang tidak cocok, tetapi tidak mengganggu
4. Banyak
yang tidak cocok hingga kesannya tidak berhubungan
|
4
3
2
1
|
|
Jumlah maksimal
|
20
|
Skor =
Keterangan :
n = Jumlah skor
N = Jumlah skor
maksimal
b. Observasi
Penelitian ini
menggunakan instrumen pedoman observasi. Dalam pengambilan data-data aspek yang
diobservasi adalah penulisan teks
deskripsi di kelas. Dalam melaksanakan observasi ini dilakukan
untuk mendapatkan daftar nama siswa dan foto pada waktu pelaksanaan penelitian,
yaitu untuk mengetahui nama siswa kelas VII SMP Negeri 26 Semarang tahun ajaran
2011/2012.
Tabel
2. Pedoman Kemampuan Menulis
No
|
Kategori
|
Rentang Nilai
|
Frekuensi
|
Jumlah Skor
|
%
|
1
|
Sangat Baik
|
83 – 100
|
|
|
|
2
|
Baik
|
75 – 82
|
|
|
|
3
|
Cukup
|
60 – 74
|
|
|
|
4
|
Kurang
|
0 -59
|
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
|
|
Rata-rata
|
|
|
|
|
E.
Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan
adalah uji kenormalan sampel, uji homogenitas dan uji hipotesis.
1. Uji
Kenormalan Sampel
Untuk mengetahui normalitas sampel dari
populasi yang ada digunakan uji kenormalan secara nom emparatrik yaitu
liliefors.
Misalkan sampel acak tersebut akan
menguji hipotesis nol bahwa sampel tersebut berasal dari populasi berdistribusi
normal dengan hipotesis tandingan bahwa distribusi tidak normal. Untuk menguji
hipotesis nol tersebut kita tempuh sebagai berikut:
a. Pengamatan
X1, X2, … Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2,
... Zn dengan menggunakan rumus :
(X
dan s masing-masing merupakan rata-rata dan simpangan baku sampel).
b. Untuk
tiap bilangan baku ini digunakan daftar distribusi normal baku, kemudian
dihitung peluang F (Z1) = (Z S Z1).
c. Selanjutnya
dihitung proposal Z1, Z2, .. Z yang lebih kecil atau sama
dengan Z1 jika proporsi ini dinyatakan oleh S (Z1) maka
S(Z1)
=
d. Hitunglah
selisih F (Z1-Zn) kemudian harga mutlaknya
e. Ambil
harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut sebutlah
harga terbesar ini Lo.
2. Uji
Homogenitas Sampel
Menurut Arikunto (2007: 318) uji
homogenitas bertujuan apakah data yang diperoleh adalah homogen atau tidak.
Untuk menguji homogenitas sampel digunakan tes Bartlet sebagai berikut:
Tabel
1.
Harga-harga
yang Diperlukan untuk Uji Homogenitas
Kelompok
sampel dan Tes Bartlet
Sampel Ke
|
Derajat Kebebasan
|
|
|
Log
|
(dk) log
|
1
|
n1-1
|
1/( n1-1)
|
|
Log
|
( n1-1) Log
|
2
|
n1-1
|
1/( n1-1)
|
|
Log
|
( n1-1) Log
|
Jumlah
|
Σ(n1-1)
|
|
-
|
-
|
Σ( n1-1) Log
|
Selanjutnya
harga-harga yang perlu dicari adalah:
a. Variansi
gabungan dari semua sampel
b. Harga
satuan B dengan rumus:
B
= (Log
) Σ(n1-1)
c. x2
= ln l0 {B - Σ(n1-1) log
}
Dimana
: In l0 : 2,3026, merupakan bilangan tetap yang disebut logaritma asli daripada
bilangan 10.
d. Menghitung
harga Chi-kuadrat (X) dengan rumus:
x2
= 2,3026 x {B - Σ(n1-1) log
}
Hasil
perhitungan tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai xtabel dengan
taraf signifikan 5% dengan dkpembilang = (n2 - l) dan
penyebut = (n1 -l). Jika x2 hitung < x2tabel,
maka varian-varian adalah homogen.
3. Uji
Hipotesis
Uji hipotesis ini digunakan untuk
mengetahui perbedaan ketrampilan menulis deskripsi pada kelas eksperimen dan
kelas control dengan mempergunakan rumus
Dimana
S12
atau S22 dapat dicari dengan rumus.
Hipotesis:
Dengan
α = 5% dan dk = n1 + n2 - 2. Ho diterima jika thitung
< ttabel dengan ttabel = t(1-α) (n1 -1).
Keadaan lain Ho ditolak.
Keterangan:
S = simpangan baku
S12 = varians
nilai kelompok eksperimen
S22 = varians
nilai kelompok kontrol
n1 = banyaknya kelompok eksperimen
n2 = banyaknya kelompok control
H.
Landasan
Teori
1. Pengertian Menulis
Menulis
adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide, gagasan, ilmu, dan pengetahuan
dalam bentuk bahasa tulis.
Akhadiah
(2002: 9) mengungkapkan bahwa menulis
adalah suatu ragam komunikasi yang perlu dilengkapi dengan alat-alat penjelas
serta aturan ejaan dan tanda baca, menulis adalah melahirkan pikiran atau
perasaan seperti mengarang, membuat surat
dengan tulisan-tulisan (Tim Prima Pena, 2001: 774).
Mengarang adalah
kegiatan yang kompleks. Mengarang dapat kita pahami sebagai “keseluruhan rangkaian
kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan penyampaian melalui bahasa tulis
kepada pembaca untuk dipahami secara tetap seperti dimaksud oleh pengarang
(Widyamarta, 2002: 12). Sebuah karangan disusun dari hasil pemilihan kata-kata
yang sesuai atau tepat menjadi kalimat yang dikehendaki, untuk menuangkan ide
atau gagasan sehingga menjadi suatu cerita karangan yang baik. Bahasa juga
menciptakan suara bagi yang boleh bicara, apa yang boleh dikatakan, apa dan
siapa yang dihargai.
Harefa (2003: 3)
menulis atau mengarang sebagai kemampuan memahami diri sendiri dan mengeluarkan
secara tertulis, atau mengorganisasikan ide menjadi rangkaian yang logis dalam
tulisan. Pilihan kata adalah seleksi kata untuk mengekspresikan ide, gagasan
atau perasaan. Pemilihan kata yang baik adalah pemilihan kata-kata yang efktif
dan tepat didalam makna, serta sesuai dengan pokok masalah dalam sebuah
karangan.
2.
Jenis
Karangan
a) Narasi
Narasi adalah
jenis karangan yang bertujuan untuk menceritakan suatu pokok persoalan (Arifin,
200: 128).
Contoh :
Malam itu ayah kelihatan marah. Aku sama sekali
dilarang berteman dengan syariul. Bahkan, ayah mengatakan bahwa aku akan
diantar dan dijemput kesekolah. Itu semua gara-gara Slamet yang telah
memperkenalkan aku dengan Situ (Perera dalam Arifin, 2000: 128).
b) Deskripsi
Deskripsi adalah bentuk
wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau suatu hal sehingga objek itu
seolah-olah berada di depan mata pembaca dan seakan-akan melihat sendiri objek
itu (Arifin, 2000: 128).
Contoh
:
Begitu pintu ruangan itu terbuka bau anyir mulai
menyebar keseluruh penjuru. Bau anyir tak ubahnya seperti darah yang mongering.
Ruangan itu tak begitu luas, kira-kira hanya tiga
kali empat meter persegi. Tepat di sudut ruangan bale-bale tua. Di atas
selembar tikar pandan dengan bekas darah yang telah mongering. mungkin darah
manusia. Semakin dekat bau itu semakin menusuk hidung. Tak jauh dari bale-bale
sepasang meja dan kursi tampak berserakan. Tak ada sebentuk benda di atasnya.
Atap ruangan itu tampak tak terawat. Plafon triplek
tua mulai mengelupas dan keropos akibat tiris air hujan. Bercak hitam memenuhi
atap ruangan, menambah dan pengap ruangan ini. Sarang laba-laba teranyam bagai
rajutan benang tak teratur.
Dinding-dinding ruangan dihiasi warna kusam cat yang
mulai mengelupas. Hanya tulisan arang tebal yang masih tersisa. “Hanya sebuah
kematian”.
Tidak ada benda lain di ruangan itu. Hanya tangkai
sapu yang tergeletak di sela-sela debu yang mulai menebal. Benar-benar ruangan
ini telah kosong (Sukino, 2010: 64-65).
c) Eksposisi
Eksposisi adalah
jenis karangan yang bertujuan menerangkan suatu pokok masalah atau pikiran yang
dapat memperluas pengetahuan seseorang atau pembaca. Untuk mempertegas masalah
yang disampaikan, biasanya dilengkapi dengan data-data kesaksian, seperti gambar,
dan statistik (Arifin, 2000: 192).
Contoh :
Pasar Tanah Abang adalah pasar yang kompleks. Di
lantai dasar terdapat Sembilan puluh kios penjual kain dasar. Setiap hari
rata-rata terjual tiga ratus meter untuk setiap kios. Setiap hari banyak para
penjual yang menawarkan dagangannya ke pembeli. Dari data ini dapat
diperkirakan berapa besarnya uang yang masuk ke kas DKI dari Pasar Tanah Abang
(Arifin, 2000: 129).
d) Argumentasi
Argumentasi
adalah karangan atau ide yang berisi gagasan yang dilengkapi bukti-bukti
kesaksian yang dijalin menurut penalaran yang kritis dan logis dengan tujuan
mempengaruhi atau meyakinkan pembaca untuk menyataakn persetujuannya (Arifin,
2000: 129).
Contoh :
Dua tahun terakhir, terhitung sejak Boeing B-737
milik maskapai penerbangan Aloha Airlines celaka, isu pesawat tua mencuat
kepermukaan. Ini bisa dimaklumi sebab pesawat yang badannya koyak sepanjang 4
meter itu sudah dioperasikan lebih dari 19 tahun. Oleh karena itu, cukup
beralasan jika orang menjadi cemas terbang dengan pesawat berusia tua. Di
Indonesia, yang menggetkan, lebih dari 60% pesawat yang beroprasi dengan
pesawat tua. Amankah ? Kalau memang aman, lalu bagaimana cara merawatnya dan
berapa biayanya sehingga ia tetap nyaman dinaiki ? (Arifin, 2000:129-130).
3. Jenis
Kesalahan Berbahasa
Penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang
menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma
kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia (Setyawati,
2010: 15).
Menurut Tarigan (1996/1997 : 48),
kesalahan berbahasa dalam bahasa Indonesia berdasarkan tataran linguistic,
kesalahan berbahaa dapat diklasifikasikan menjadi: kesalahan berhahasa dibidang
fonologi, morfologi, sintaksis, (frasa, klausa, kalimat), semantic, dan wacana.
Beberapa gambaran pelafalan yang
meliputi :
A. Kesalahan Pelafalan Karena Perubahan Fonem
Terdapat banyak contoh
kesalahan pelafalan karena pelafalan fonem-fonem tertentu berubah atau tidak
diucapkan sesuai kaidah.
Di antara contoh
kesalahan tersebut adalah sebagai berikut :
a)
Perubahan
Fonem
Vokal
(1)
Fonem / a / dilafalkan menjadi / ê /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
akta aktê
dapat dapêt
(2)
Fonem / a / dilafalkan menjadi / i /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
mayat mayit
moral moril
(3)
Fonem / a / dilafalkan menjadi / o /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
musala musola
salat solat
(4)
Fonem / ê / dilafalkan menjadi / a /
Misal:
Lafal
Baku Lafal Tidak
Baku
pecêl pecal
ritmê ritma
(5)
Fonem / é / dilafalkan menjadi / i /
Misal:
Lafal
Baku Lafal Tidak
Baku
magnet magnit
rél ril
(6)
Fonem
/ i / dilafalkan menjadi / é /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
bioskop bioskup
pistol pistul
(7)
Fonem
/ o / dilafalkan menjadi / u /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
bioskop bioskup
pistol pistul
(8)
Fonem
/ u / dilafalkan menjadi / ê /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
fokus fokês
plus plês
(9)
Fonem
/ u / dilafalkan menjadi / o /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
saus saos
ubah obah
b)
Perubahan
Fonem
Konsonan
(1)
Fonem / b / dilafalkan menjadi / p /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
nasib nasip
wajib wajip
(2)
Fonem / d / dilafalkan menjadi / t /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
masjid masjit
murid murit
(3)
Fonem / f / dilafalkan menjadi / p /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
nafsu napsu
paraf parap
(4)
Fonem / g / dilafalkan menjadi / j /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
dirigen dirijen
religious relijius
(5)
Fonem / g / dilafalkan menjadi / h /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
pragmatis prahmatis
magnet mahnet
(6) Fonem
/ j / dilafalkan menjadi / g /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
manajer manager
manajemen managemen
(7)
Fonem / j / dilafalkan menjadi / y /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
objek obyek
subjek subyek
(8)
Fonem / k / dilafalkan menjadi / c /
Misal:
Lafal
Baku Lafal Tidak
Baku
maskulin masculin
vokal vocal
(9)
Fonem / k / dilafalkan menjadi / h /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
teknik tehnik
teknologi tehnologi
(10)
Fonem / n / dilafalkan menjadi / ng /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
ransel rangsel
tanker tangker
(11)
Fonem / p / dilafalkan menjadi / f /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
napas nafas
paham faham
(12)
Fonem / q / dilafalkan menjadi / k /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
musabaqah musabakah
quran kuran
(13)
Fonem / s / dilafalkan menjadi / t /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
rasio ratio
rasional rational
(14) Fonem
/ v / dilafalkan menjadi / f /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
motivasi motifasi
vakum fakum
(15) Fonem
/ v / dilafalkan menjadi / p /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
november nopember
vitamin pitamin
(16) Fonem
/ y / dilafalkan menjadi / j /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
proyek projek
yuridis juridis
(17) Fonem
/ z / dilafalkan menjadi / d /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
Nazar nadir
Mubazir mubadir
(18)
Fonem / z / dilafalkan menjadi / j /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
izin ijin
rezeki rejeki
(19)
Fonem / z / dilafalkan menjadi / s /
Misal:
Lafal Baku Lafal
Tidak Baku
ozon oson
zat sat
(20)
Fonem / z / dilafalkan menjadi / y /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
nuzul nuyul
zamrud yamrud
(21) Fonem
/ k / dilafalkan menjadi konsonan ain
( yang dilambangkanˊ )
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
makna maˊna
makmur maˊmur
c)
Perubahan
Fonem
Vokal
menjadi Fonem
Konsonan
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
kualitas kwalitas
miliar milyar
d)
Perubahan
Fonem
Konsonan
menjadi Fonem
Vokal
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
madya madia
satwa satua
e)
Perubahan
Fonem
Vokal menjadi Fonem Konsonan
Misal:
Singkatan Lafal Baku Lafal
Tidak Baku
a.n. atas
nama a en
Sdr. saudara es de er
Ada
ketentuas khusus bahwa singkatan bahasa asing yang berbentuk akronim (
singkatan yang di eja seperti kata ) dan bersifat internasional tidak
dilafalkan seperti lafal Indonesia, tetapi singkatan itu tetap dilafalkan
seperti aslinya.
Misal:
Singkatan Lafal
Baku Lafal Tidak Baku
UNESCO yu
nes ko u nes tjo
UNICEF yu ni syef u ni tjef
B.
Kesalahan
Pelafalan
Karena
Penghilangan
Fonem
a) Penghilangan Fonem Vokal
(1) Penghilang fonem / a /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
pena pen
parabola parabol
(2) Penghilang fonem / e /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
sutera sutra
serampil trampil
(3) Penghilang fonem / u /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
sirkuit sirkit
supporter sporter
b) Penghilangan Fonem Konsonan
(1) Penghilang fonem / h /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
bodoh bodo
hilang ilang
(2) Penghilang fonem / k /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
takbir tabir
teknisi tenisi
(3) Penghilang Fonem / s /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
ons on
spons spon
(4) Penghilang fonem / t /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
sport spor
partner parner
(5) Penghilang fonem / w /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
ruwet ruet
wujud ujud
c) Penghilangan
Fonem
Vokal
Rangkap
menjadi Vokal Tunggal
(1) Fonem / ai / dilafalkan menjadi / e /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
andai ande
pantai pante
(2) Fonem / au / dilafalkan menjadi / o /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
danau dano
kerbau kerbo
d) Penghilangan
Deret
Vokal
menjadi Vokal
Tunggal
(1) Deret vokal / ei / dilafalkan menjadi / e /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
pleido pledoi
survei surve
(2) Deret vokal / eu / dilafalkan menjadi / e /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
neutron netron
neurologi nerologi
(3) Deret vokal / ie / dilafalkan menjadi / i /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
suplier suplir
sarietas varitas
e) Penghilangan
Gugus
Konsonan
(1) Penghilangan gugus konsonan / kh / menjadi / h /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
makhluk mahluk
takhta tahta
(2) Penghilangan gugus konsonan / kh / menjadi / k /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
ukhuwah ukuwah
nakhoda nakoda
(3)
Penghilangan
gugus konsonan / ks / menjadi / k /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
matriks matrik
seks sek
(4)
Penghilangan
gugus konsonan / sy / menjadi / s /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
Masyarakat masarakat
Musyrik musrik
A. Kesalahan Pelafalan Karena Penambahan Fonem
a) Penambahan Fonem Vokal
(1) Penambahan
fonem / a /
Misal:
Lafal
Baku Lafal Tidak
Baku
narkotik narkotika
rohaniwan rohaniawan
(2) Penambahan
fonem / e /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
mantra mantera
mantra manteri
b) Penambahan Fonem Konsonan
(1)
Pemanbahan fonem / d /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
stan stand
standar standard
(2)
Pemanbahan fonem / h /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
wudu wudhu
silakan silahkan
(3)
Pemanbahan fonem / n /
Misal:
Lafal
Baku Lafal Tidak Baku
sajak sanjak
pijak pinjak
(4)
Pemanbahan fonem / ng /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
semakin semangkin
gombong ngombong
(5)
Pemanbahan fonem / r /
Misal:
Lafal
Baku Lafal
Tidak Baku
peduli perduli
ubah rubah
(6)
Pemanbahan fonem / s /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
triplek tripleks
traktor trakstor
(7)
Pemanbahan fonem / t /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
sadis sadist
transpor transport
(8)
Pemanbahan fonem / w /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
dua duwa
tua tuwa
(9)
Pemanbahan fonem / y /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
piama piyama
satria satriya
(10)
Pemanbahan ain (yang dilambangkan ˊ)
Misal:
Lafal
Baku Lafal
Tidak Baku
jumat jumˊat
maaf maˊaf
c) Pembentukan Deret Vokal
a.
Pembentukan deret vokal / ai / dari
vokal / e /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
primer primair
sekunder sekundair
b.
Pembentukan deret vokal / ou / dari
vokal / u /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
misterius misterious
turis touris
c.
Pembentukan deret vokal / oo / dari
vokal / o /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
monoton monotoon
ozon ozoon
d) Pembentukan Gabungan atau Gugus Konsonan dari Fonem Konsonan Tunggal
(1) Pembentukan
gabungan atau gugus konsonan / dh /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
sandiwara sandhiwara
weda wedha
(2) Pembentukan
gabungan atau gugus konsonan / kh /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
mekanik mekhanik
muhrim mukhrim
(3) Pembentukan
gabungan atau gugus konsonan / ss /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
masa massa
misi missi
(4) Pembentukan
gabungan atau gugus konsonan / sy /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
sah syah
setan syaitan
(5) Pembentukan
gabungan atau gugus konsonan / dz /
Misal:
Lafal Baku Lafal Tidak Baku
zikir dzikir
uzur udzur
a)
Kesalahan
Berbahasa
Tataran
Morfologi
Menurut
pernyataan Setyawati (2010:49) morfologi adalah ragam tulis maupun ragam lisan
dapat terjadi kesalahan berbahasa dalam pembentukan kata. Kesalahan berbahasa
dalam tataran morfologi disebabkan oleh berbagai hal. Klasifikasi kesalahan
berbahasa dalam tatatran morfologi antara lain : (a) penghilangan afiks, (b)
bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak di luluhkan, (c) peluluhan bunyi yang
seharusnya tidak luluh, (d) penggantian morf, (e) penyingkatan morf mem, men-, meng-, meny-, dan menge-, (f) pemakaian afiks yang tidak
tepat, (g) penentuan bentuk dasar yang tidak tepat, (h) penempatan afiks yang
tidak tepat pada gabungan kata, dan (i) pengulangan kata majaemuk yang tidak
tepat.
1)
Penghilangan afiks
a) Penghilangan
prefiks meng-
Bentuk Tidak Baku
(1)
Bunga mawar dan bunga matahari pamerkan keelokan mahkota mereka.
(2)
Kau katakan
juga hal ini kepada tuan Bahtiar?
Bentuk Baku
(1)
Bunga mawar dan bunga matahari memamerkan keelokan mahkota mereka.
(2)
Kau mengatakan
juga hal ini kepada tuan Bahtiar?
b)
Penghilangan prefiks ber-
Bentuk Tidak Baku
(1)
Pendapat bapakku beda dengan pendapat pamanku.
(2)
Mari kita ke tirta bening, kita renang disana!
Bentuk
Baku
(1)
Pendapat bapakku berbeda dengan pendapat pamanku.
(2)
Mari kita ke tirta bening, kita berenang disana!
2)
Bunyi yang seharusnya luluh tidak
diluluhkan
Sering kita jumpai kata
dasar yang berfonem awal /k/, /p/, /s/, atau /t/ tidak luluh jika mendapat
prefiks meng- atau peng-.
Misalnya:
Bentuk
Tidak Baku
a)
Kita harus ikut serta mensukseskan pilkada bulan april 2010.
b)
Beberpa mahasiswa diberi sanksi karena
tidak mentaati peraturan kampus.
Bentuk
Baku
a)
Kita harus ikut serta menyukseskan pilkada bulan april 2010.
b)
Beberpa mahasiswa diberi sanksi karena
tidak menaati peraturan kampus.
3)
Peluluhan bunyi yang seharusnya tidak
luluh
a)
Peluluhan bunyi /c/ yang tidak tepat
Bentuk
Tidak Baku
(1) Rama
sudah lama menyintai sinta.
(2) Jangan
suka menyontoh
pekerjaan orang lain!
Bentuk Baku
(1) Rama
sudah lama mencintai sinta.
(2) Jangan
suka mencontoh
pekerjaan orang lain!
b) Peluluhan
bunyi-bunyi gugus konsonan yang tidak tepat
Gugus konsonan /pr/,
/st/, /sk/, /tr/, /sp/, dan /kl/ pada awal kata dasar tidak luluh jika dilekati
prefiks meng-.
Bentuk
Tidak Baku
(1) Pabrik
itu setiap bulan dapat memroduksi 800
ribu baju.
(2) Olimpic
menyeponsori acara bedah rumah di
RCTI.
Bentuk
Baku
(1) Pabrik
itu setiap bulan dapat memproduksi
800 ribu baju.
(2) Olimpic
mensponsori acara bedah rumah di
RCTI.
4)
Penggantian morf
a) Morf
menge- tergantikan morf lain
Perfiks meng- akan beralomorf menjadi menge- jika perfiks tersebut melekat
pada kata asar bersuku satu. Demikian juga jika kata dasar itu diberi perfiks per- atau per-/-an akan menjadi penge-
atau penge-/-an.
Misalnya:
Bentuk
Tidak Baku
(1) Siapa yang tadi pagi melap kaca mobilku?
(2) Dewan Perwakilan Rakyat sudah mensahkan Undang-undang Perpajakan.
Bentuk Baku
(1) Siapa
yang tadi pagi mengelap kaca mobilku?
(2)
Dewan Perwakilan Rakyat sudah mengesahkan Undang-undang Perpajakan.
b) Morf
be- tergantikan morf ber-
Perfiks ber- jika melekat pada kata dasar
berfonem awal /r/ dan melekat pada
kata dasar yang suku kata pertamanya berakhir dengan atau mengandung unsur /er/ akan beralomorf menjadi be-.
Misalnya:
Bentuk
Tidak Baku
(1) Bintang-bintang
yang berkerlip di langit membuat
malam semakin indah.
(2) Deden
sehari berkerja selama delapan jam,
dari pukul 08.00 s.d. pukul 16.00.
Bentuk
Baku
(1) Bintang-bintang
yang bekerlip di langit membuat malam
semakin indah.
(2) Deden
sehari bekerja selama delapan jam,
dari pukul 08.00 s.d. pukul 16.00.
c) Morf
bel- tergantikan morf ber-
Misalnya:
Bentuk
Tidak Baku
(1) Berajar
tugas utamamu, bukan hanya bermain saja!
(2) Saudara-saudara
diizinkan duduk berunjur jika merasa
kakinya kesemutan.
Bentuk
Baku
(1) Belajar
tugas utamamu, bukan hanya bermain saja!
(2) Saudara-saudara
diizinkan duduk belunjur jika merasa
kakinya kesemutan.
d) Morf
pel- yang tergantikan morf per-
Morfem per- akan beralomorf menjadi pel- jika bergabung dengan kata dasar ajar.
Misalnya:
Bentuk
Tidak Baku
(1) Perajaran
akan segera dimulai, siapkan bukunya!
(2) Dewi
menjadi perajar teladan tahun ini.
Bentuk
Baku
(1) Pelajaran
akan segera dimulai, siapkan bukunya!
(2) Dewi
menjadi pelajar teladan tahun ini.
e) Morf
pe- yang tergantikan morf per-
Morfem per- jika melekat pada kata dasar yang
suku kata pertamanya berakhir dengan atau mengandung /er/ maka alomorfnya adalah per-
bukan per-.
Misalnya:
Bentuk
Tidak Baku
(1) Banyak
lalat yang beterbangan di sekitar kita berasal dari perternakan milik pak Tahir.
(2) Perserta
cerdas cermat sudah mempersiapkan diri di ruang lomba.
Bentuk
Baku
(1) Banyak
lalat yang beterbangan di sekitar kita berasal dari peternakan milik pak Tahir.
(2) Peserta
cerdas cermat sudah mempersiapkan diri di ruang lomba.
f) Morf
te- tergantikan morf ter-
Morfem ter- akan beralomorf menjadi te- jika bertemu dengan kata dasar
bermorfem awal /r/ dan melekat pada
kata dasar yang suku kata pertamanya mengandung unsur [er].
Misalnya:
Bentuk
tidak baku
(1) Jangan
mudah terperdaya rayuan setan.
(2) Adikku
menangis tersedu-sedu karena baju barunya terpercik
tinta.
Bentuk
baku
(1) Jangan
mudah teperdaya rayuan setan.
(2) Adikku
menangis tersedu-sedu karena baju barunya tepercik
tinta.
5)
Penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny- dan menge-
Alomorf perfiks meng- adalah me-, mem-, men-, meng-, meny- dan menge-. Karena pengaruh bahasa daerah, pemakai bahasa sering
menyingkat morf mem-, men-, meng-, meny-
dan menge- menjadi m-, n-, ng-, ny-, nge-.
Misalnya:
Bentuk
tidak baku
a) Kakak
ngelap kaca itu dengan kain basah.
b) Setip
bulan Astuti mendapatkan tawaran nari
di Sanggar Ketut Jelantik.
Bentuk
baku
a) Kakak
mengelap kaca itu dengan kain basah.
b) Setip
bulan Astuti mendapatkan tawaran menari
di Sanggar Ketut Jelantik.
6)
Penyusunan afiks yang tidak tepat
a)
Penggunaan perfiks ke-
Bentuk tidak baku
(1) Jangan
keburu nafsu, kamu harus bicara
dengan tenang.
(2) Beberapa
rumah di pemukiman itu musnah kebakar
malam tadi.
Bentuk baku
(1) Jangan
terburu nafsu, kamu harus bicara
dengan tenang.
(2) Beberapa
rumah di pemukiman itu musnah terbakar
malam tadi.
b)
Penggunaan sufiks –if
Bentuk tidak baku
(1) Ijazah
beberapa mahasiswa belum dilegalisir
oleh Dekan.
(2) Soekarno-hatta
yang memproklamirkan Negara Repulik Indonesia.
Bentuk baku
(1) Ijazah
beberapa mahasiswa belum dilegalisasi oleh
Dekan.
(2) Soekarno-hatta
yang memproklamasikan Negara Repulik
Indonesia.
c) Penggunaan
sufiks -asasi
Sufiks
–asasi yang digunakan dalam bahasa
Indonesia berasal dari –isatie
(belanda) atau -ization (inggris).
Unsur itu sebenarnya tidak diserap secara tidak diserap secara terpisah atau
tersendiri ke dalam bahasa Indonesia, tetapi unsur itu ada di dalam pemakaian
bahasa Indonesia karena diserap bersama-sama dengan bentuk dasar yang
diletakinya. Para pemakai bahasa tampaknya kurang menyadari keadaan itu. Pada
umumnya, pemakai bahasa tetap beranggapan bahwa –isasi merupakan sufiks yang dapat digunakan dalam bahasa Indonesia
(setyawati, 2010: 65).
Bentuk tidak baku
(1) Neonisasi
jalan-jalan protocol di ibu kota sudah selesai.
(2) Turinisasi
dianjurkan di desa itu untuk menghijaukan pematang-pematang sawah atau tegalan.
Bentuk
baku
(1) peneonan
jalan-jalan protocol di ibu kota sudah selesai.
(2)
perturian
dianjurkan di desa itu untuk menghijaukan pematang-pematang sawah atau tegalan.
7)
Penentuan bentuk dasar yang tidak tepat
a) Pembentukan
kata dengan konfiks di-…-kan
Bentuk tidak baku
(1) Telah diketemukan
sebuah STNK di ruang parkir, yang merasa kehilangan harap mengambilnya di seksi
keamanan dengan menunjukan identitas.
(2)
Jika sudah selesai mengerjakan, lembar
jawaban dapat dikesayakan.
Bentuk
baku
(1)
Telah ditemukan sebuah STNK di ruang parkir, yang merasa kehilangan harap
mengambilnya di seksi keamanan dengan menunjukan identitas.
(2) Jika
sudah selesai mengerjakan, lembar jawaban dapat
diserahkan
kepada saya.
b) Pembentukan
kata dengan perfiks meng-
Perfiks meng- yang melekat pada bentuk dasar
yang berfonem awal vokal /u/
alomorfnya menjadi meng-. Perfiks meng- yang melekat pada bentuk dasar
yang berfonem awal /p/ beralomorf menjadi
mem-, sedangkan perfiks meng- yang
melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /t/ beralomorf menjadi men-.
Bentuk tidak baku
(1) Anda
harus merubah sikap anda yang kurang
terpuji itu!
(2) Kakak
berusaha merinci pendapatannya bulan
yang lalu.
Bentuk
baku
(1) Anda
harus merubah sikap anda yang kurang
terpuji itu!
(2) Kakak
berusaha merinci pendapatannya bulan
yang lalu.
c) Pembentukan
kata dengan sufiks –wan
Bentuk tidak baku
(1) Beberapa
ilmiawan dari berbagai disiplin ilmu
menghadiri seminar.
(2) Untuk
membina mental generasi muda diperlukan peranan aktif para rohaniawan.
Bentuk
baku
(1) Beberapa
ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu
menghadiri seminar.
(2) Untuk
membina mental generasi muda diperlukan peranan aktif para rohaniwan.
8)
Penampatan afiks yang tidak tepat pada
gabungan kata
Bentuk tidak baku
(1) Bagian
yang dianggap penting sebaiknya digarisi
bawah.
(2) Orang
yang suka bersedekah akan dilipatkan
ganda rezekinya.
Bentuk
baku
(1) Bagian
yang dianggap penting sebaiknya digarisbawahi.
(2) Orang
yang suka bersedekah akan dilipatgandakan
rezekinya.
9)
Pengulangan kata majemuk yang tidak
tepat
Kata majemuk merupakan
gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai
pola fonologis, gramatikal dan semantic yang khusus menurut ksidah bahasa yang
bersangkutan (tim penyusun kamus, 1996: 452). Gabungan morfem dasar tersebut
ada yang sudah berpadu benar dan aa pula yang dalam proses berpadu secara
lengkap atau utuh. Kata majemuk yang sudah dianggap berpadu benar jika diulang,
pengulanganya berlaku seluruhnya. Kata majemuk yang belum berpadu benar dalam
penulisanya masih berpisah jika diulang sebagian atau diulang
seluruhnya,misalnya:
a) Pengulangan
seluruhnya
Bentuk baku
(1) Kaki
tangan-kaki tangan
(2) Besar
keci-besar kecil
Bentuk tidak baku
(1) Kaki-kaki
tangan
(2) Besar-besar
kecil
b)
Pengulangan sebagian
Bentuk
ekonomis
(1) Abu-abu
gosok
(2) Surat-surat
kabar
Bentuk kurang ekonomis
(1) Abu
gosok-abu gosok
(2) Sura
kabart-surat kabar
c)
Lebih dianjurkan pengulangan
sebagian
Bentuk dianjurkan
(1) Kereta-kereta
api cepat
(2) Pelatih-pelatih
sepak bola
Bentuk tidak dianjurkan
(1) Kereta
api cepat-kereta api cepat
(2) Pelatih
sepak bola -pelatih sepak bola
b)
Kesalahan
Bahasa Tataran Sintaksis
Sintaksis
adalah cabang linguistik tentang susunan kalimat dan bagian bagianya; ilmu tata
kalimat (tim penyusun kamus, 199 : 946). Ramlan (1987 : 21) mendefinisikan
sintaksis sebagai bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk
beluk wacana, kalimat, klausa dan frase; berbeda dengan mofologi yang
membicarakan seluk beluk kata dan morfem. Kesalahan dalam tataran sintaksis
berhubungan erat dengan kesalahan pada bidang morfologi, karena kalimat
berunsurkan kata-kata.
Kesalahan
dalam tataran sintaksis antara lain berupa: kesalahan dalam bidang frasa dan
kesalahan dalam bidang kalimat.
1)
Kesalahan dalam Bidang Frasa
a) Adanya
pengaruh bahasa daerah
Bentuk tidak baku
(1) Anak-anak
pada tidur diruang tengah.
(2) Kalau
harus disuruh menunggu, dia sudah tidak
sabaran lagi.
Bentuk baku
(1) Anak-anak
sedang tidur diruang tengah.
(2) Kalau
harus disuruh menunggu, dia sudah tidak
sabar lagi.
b) Penggunaan
preposisi yang tidak tepat
Bentuk tidak baku
(1) Tolong
ambilkan buku saya pada laci meja
itu.
(2) Di
hari bahagia ini aku persembahkan sebuah lagu untukmu.
Bentuk baku
1) Tolong
ambilkan buku saya pada di laci meja
itu.
2) Pada hari bahagia ini aku persembahkan sebuah lagu
untukmu.
c) Susunan
kata yang tidak tepat
Bentuk tidak baku
(1) Kamu sudah
terima buku-buku itu?
(2) Ini hari
kita akan menyaksikan bebagai atraksi yang dibawakan oleh putra putri kita.
Bentuk baku
(1) Sudah kamu terima
buku-buku itu?
(2) Hari ini
kita akan menyaksikan bebagai atraksi yang dibawakan oleh putra putri kita.
d) Penggunaan
unsur yang berlebihan atau mubazir
Bentuk tidak baku
(1) Dilarang tidak boleh
merokok di sini!
(2) Kita
pun juga harus berbuat baik kepada
mereka.
Bentuk baku
(1) Dilarang
merokok di sini!
(2) Kita
pun juga harus berbuat baik kepada
mereka.
e) Penggunaan
bentuk superlatif yang berlebihan
Menurut
pernyataan Setyawati (2010:81) Bentuk superlatif adalah suatu bentuk yang
mengandung arti ‘paling’ dalam suatu parbandingan. Bentuk yang mengandung arti
‘paling’ itu dapat dihasilkan dengan suatu adjektiva ditambah adverbial amat, sangat, sekali atau paling.
Misalnya:
Bentuk tidak baku
(1) Pengalaman
itu sangat menyenangkan sekali.
(2) Penderitaan
yang dia alami amat sangat memilukan.
Bentuk baku
(1) Pengalaman
itu sangat menyenangkan.
(2) Penderitaan
yang dia alami sangat memilukan.
f) Penggunaan
bentuk resiprokal yang salah
Menurut
pernyataan Setyawati (2010:83) Bentuk resiprokal adalah bentuk bahasa yang
mengandung arti ‘berbalasan’. Bentuk resiprokal dapat dihasilkan dengan
menggunakan kata saling atau dengan
kata ulang berimbuhan. Akan tetapi jika ada bentuk yang berarti ‘berbalasan’
itu dengan cara pengulangan kata sekaligus dengan penggunaan kata saling, akan terjadilah bentuk
resiprokal yang salah seperti kalimat-kalimat berikut ini.
Bentuk tidak baku
(1) Sesama
pengemudi dilarang saling
dahulu-mendahului.
(2) Dalam
pertemuan itu para mahasiswa dapat saling
tukar menukar informasi.
Bentuk baku
(1) Sesama
pengemudi dilarang saling mendahului.
(2) Dalam
pertemuan itu para mahasiswa dapat saling menukar informasi.
2)
Kesalahan dalam bidang kalimat
a) Kalimat
tidak bersubjek
Bentuk tidak baku
(1) Untuk
kegiatan itu memerlukan biaya yang cukup banyak.
(2) Di
semarang minggu depan akan mengadakan pameran pembangunan.
Bentuk baku
1)
Untuk
kegiatan itu diperlukan biaya yang
cukup banyak.
2)
Di
semarang minggu depan akan diadakan
pameran pembangunan.
b) Kalimat
tidak berpredikat
Bentuk tidak baku
(1) Bandar
udara Soekarno-Hatta yang dibangun
dengan menggunakan teknik cakar ayam yang belum pernah digunakan di mana pun
sebelum ini karena teknik itu memang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir
ini oleh para rekayasa Indonesia.
(2) Proyek
rekayasa yang menghabiskan dana yang besar serta tenaga kerja yang banyak dan ternyata pada saat ini sudah mulai
beroperasi karena dikerjakan siang dan malam dan sudah diresmikan pada awal
Repelita yang lalu oleh Kepala Negara .
Bentuk baku
1)
Bandar udara Soekarno-Hatta dibangun
dengan menggunakan teknik cakar ayam yang belum pernah digunakan di mana pun
sebelum ini karena teknik itu memang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir
ini oleh para rekayasa Indonesia.
2)
Proyek rekayasa yang menghabiskan dana
yang besar serta tenaga kerja yang banyak itu ternyata pada saat ini sudah
mulai beroperasi karena dikerjakan siang dan malam dan sudah diresmikan pada
awal Repelita yang lalu oleh Kepala Negara.
c) Kalimat
tidak bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat buntung)
Bentuk tidak baku
(1) Lelaki
itu menatapku aneh. Serta sulit
dimengerti.
(2) Di
negeri saya ajaran itu sulit diterima. Dan
sukar untuk dilaksanakan.
Bentuk baku
(1) Lelaki
itu menatapku aneh serta sulit
dimengerti.
(2) Di
negeri saya ajaran itu sulit diterima dan
sukar untuk dilaksanakan.
d) Penggandaan
subjek
Bentuk tidak baku
(1) buku itu saya
sudah membacanya.
(2) Rumah yang bertingkat itulah orang
asing tersebut tinggal.
Bentuk baku
(1) buku
itu sudah saya baca.
(2) Di
Rumah yang bertingkat itulah orang asing tersebut tinggal. (salah satunya
menjadi fungsi keterangan).
e) Antara
predikat dan objek yang tersisipi
Bentuk tidak baku
(1) Kami
mengharap atas kehadiran saudara
tepat pada waktunya.
(2) Banyak
anggota masyarakat belum menyadari akan
pentingnya kesehatan lingkungan.
Bentuk baku
(1) Kami
mengharap kehadiran saudara tepat pada waktunya.
(2) Banyak
anggota masyarakat belum menyadari pentingnya kesehatan lingkungan.
f) Kalimat
yang tidak logis
Menurut
pernyataan Setyawati (2010:92) kalimat tidak logis adalah kalimat yang tidak
masuk akal. Hal itu terjadi karena pembicara atau penulis kurang berhati-hati
dalam memilih kata.
Misalnya:
Kata
tidak baku
(1) Yang sudah selesai mengerjakan
soal harap dikumpulkan.
(2) Untuk
mempersingkat waktu, kita lanjutkan
acara ini.
Bentuk
baku
(1) Yang
sudah selesai mengerjakan soal harap mengumpulkan pekerjaanya.
(2) Untuk
menghemat waktu, kita lanjutkan acara
ini.
g) Kalimat
yang ambiguitas
Menurut
pernyataan Setyawati (2010:94) ambiguitas adalah kegandaan arti kalimat,
sehingga meragukan atau sama sekali tidak dipahami orang lain. Ambiguitas dapat
disebabkan beberapahal, di antaranya intonasi yang tidak tepat, pemakaian kata
yang sifatnya polisemi, struktur kalimat yang tidak tepat.
Misalnya:
Bentuk ambiguitas
(1) Pintu
gerbang istana yang indah terbuat dari emas.
(2) Mobil
rektor yang baru mahal harganya.
Bentuk ambiguitas
(1) a)
Pintu gerbang yang indah di istana itu terbuat dari
emas.
b)
Pintu gerbang yang ada di istana yang indah itu
terbuat dari emas.
(2) a) Mobil yang baru kepunyaan rektor, mahal
harganya.
b) Mobil itu kepunyaan rektor yang baru,
mahal
harganya.
h) Penghilangan
konjungsi
Bentuk tidak baku
(1) Sering
digunakan untuk kejahatan,computer iini kini dilengkapi pula dengan alat
pengaman.
(2) Membaca
surat anda, saya sangat kecewa.
Bentuk baku
(1) Karena
sering digunakan untuk kejahatan,computer iini kini dilengkapi pula dengan alat
pengaman.
(2) Setelah
membaca surat anda, saya sangat kecewa.
i)
Penggunaan konjungsi yang berlebihan
Bentuk tidak baku
(1) Walaupun
dia belum istirahat seharian, tetapi
dia datang juga di pertemuan RT.
(2) Meskipun
hukuman sangat kuat berat, tetapi
tampaknya pengedar ganja itu tidak gentar.
Bentuk baku
(1) Dia
belum istirahat seharian, tetapi dia
datang juga di pertemuan RT.
(2) Meskipun
hukuman sangat kuat berat, tampaknya pengedar ganja itu tidak gentar.
j)
Urutan yang tidak paralel
Bentuk tidak baku
(1) Harga
BBM dibekukan atau kenaikan secara luwes.
(2) Tahap
terakhir penyelesaian rumah itu adalah pengaturan
tata ruang, memasang penerangan dan pengecetan tembok.
Bentuk
baku
(1) Harga
BBM dibekukan atau dinaikan secara luwes.
(2)
Tahap terakhir penyelesaian rumah
itu adalah pengaturan tata ruang,
pemasangan penerangan dan pengecetan tembok.
k) Penggunaan
istilah asing
Bentuk tidak baku
(1) Kita
segera menyusun project proposal dan
sekaligus budgeting-nya.
(2) Dalam
work shop ini akan dibahas working paper agar diperoleh imput bagi kita.
Bentuk baku
(1) Kita
segera menyusun rencana kegiatan dan
sekaligus rancangan biayanya.
(2) Dalam
sanggar kerja ini akan dibahas kertas kerja agar diperoleh masukan bagi kita.
l)
Penggunaan kata Tanya yang tidak perlu
Dalam
bahasa Indonesia sering di jumpai penggunaan bentuk-bentuk di mana, yang mana,
hal mana, dari mana dan kata-kata tanya yang lain sebagai penghubung atau
terdapat dalam kalimat berita (bukan kalimat Tanya). Contoh-contohnya adalah
sebagai berikut.
Bentuk tidak baku
(1) Sektor
pariwisata yang mana merupakan tulang
punggungnya perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.
(2) Saskia
membuka-buka album dalam mana ia
menyiapkan foto terbarunya.
Bentuk
baku
(1) Sektor
pariwisata yang merupakan tulang
punggungnya perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.
(2) Saskia
membuka-buka album tempat ia menyiapkan foto
terbarunya.
c)
Kesalahan
Berbahasa Tataran Semantik
Kesalahan berbahasa dalam tataran
semantic dapat berkaitan dengan bahasa tulis maupun bahasa lisan. Kesalahan
berbahasa ini dapat terjadi pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Kesalahan berbahasa dalam tataran semantic ini penekanannya pada penyimpangan
makna, baik yang berkaitan dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Jadi,
jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun kalimat yang maknanya menyimpang
dari makna yang seharusnya, maka tergolong ke dalam kesalahan berbahasa ini.
Banyak penyimpangan terjadi dalam
penggunaan bahsa sehari- hari yang berkaitan dengan makna yang tidak tepat.
Makna yang tidak tepat tersebut dapat berupa:
1)
Kesalahan Penggunaan Kata-kata yang Mirip.
Kata-kata yang
bermiripan tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yakni (i)
pasangan yang seasal, contoh: kurban
dan korban; (ii) pasangan yang
bersaing, contoh: Kualitatif dan kwalitatif ; dan (iii) pasangan yang
terancukan, contoh: sah dan syah (Alwi,1991:21-22). Banyaknya kata
yang mempunyai kemiripan menuntun banyak ketelitian. Menurut penulis, dari tiga
jenis kemiripan tersebut,yang berkaitan dengan makna yang berbeda terdapat pada
jenis pasangan yang seasal dan pasangan yang terancukan.
2)
Kesalahan Pilihan Kata atau Diksi
Penggunaan kata-kata yang saling
menggantikan yang dipaksakan akan menimbulkan perubahan makna kalimat bahkan
merusak struktur kalimat, jika tidak disesuaikan dengan makna atau maksud
kalimat yang sebenarnya. Pilihan kata yang tidak tepat sering penggunaannya
divariasikan secara bebas, sehingga menimbulkan kesalahan. Kalimat seperti
tidak bermasalah, jika hanya dicermati sekilas saja. Contoh: mantan dan bekas, busana dan baju, jam
dan pukul dan lain-lain.
Uraian sekilas wujud kesalahan berbahasa
dalam tataran semantic tersebut akan dibicarakan satu per satu berikut ini.
a)
Kesalahan
karena Pasangan
yang Seasal
Pasangan yang seasal adalah pasangan
kata yang memiliki bentuk asal yang sama dan maknanya pun berdekatan (Alwi,
1991 :21 ). Dalam hal ini kita tidak menentukan bentuk mana yang benar, tetapi
bentuk mana yang maknanya tepat untuk menyatakan gagasan kita. Dengan kata
lain, masing-masing adalah bentuk yang benar. Kita dapat mengamati
contoh-contoh pemakaian pasangan yang seasal berikut ini.
(1)
Penggunaan kata kurban dan korban
Penggunaan kata kurban dan korban
sebenarnya berasal dari kata yang sama dari bahasa Arab, yaitu qurban. Kedua
kata itu merupakan kata baku di dalam bahasa Indonesia. Dalam perkembangannya, qurban diserap ke dalam bahasa Indonesia
dengan penyesuaian ejaan dan dengan perkembangan makna yang berbeda. Akibat ketidakhati-hatian
pemakai bahasa, kedua kata tersebut sering dipertukarkan pemakaiannya. Contoh.
Bentuk
Tidak Baku
(a) Daging
korban itu akan dibagikan kepada yang
berhak menerimanya.
(b) Jumlah
kurban tanah longsor yang tewas sudah
bias dipastikan.
Bentuk Baku
(a) Daging
kurban itu akan dibagikan kepada yang
berhak menerimanya.
(b) Jumlah
korban tanah longsor yang tewas sudah
bias dipastikan.
(2) Penggunaan kata Lolos dan Lulus
Kata Lolos
dan Lulus merupakan dua kata yang
hamper sama dalam segi bentuk maupun makna. Dari segi bentuk kedua kata
tersebut dibedakan oleh vocal yang membentuknya, yaitu vokal /o/ pada [lolos]
dan vokal /u/ pada [lulus]. Kekurangcermatan pamakai tertukar dengan yang lain,
sehingga menimbulkan keslahan. Pemakaian yang salah dapat diperhatikan pada contoh
berikut ini.
Bentuk
Tidak Baku
(a) Narapidana itu lulus dari penjara tadi malam dengan merusak terali jendela.
(b) Benang sebesar itu tidak dapat lolos ke lubang
jarum yang kecil itu.
Bentuk Baku
(a) Narapidana
itu lolos dari penjara tadi malam
dengan merusak terali jendela.
(b) Benang sebesar itu tidak dapat lulus ke lubang jarum yang kecil itu.
(3) Penggunaan
Kata Penglepasan dan Pelepasan
Kata penglepasan
oleh pemakai bahasa sering pula digunakan disamping kata pelepasan. Penggunaan kedua kata tersebut sering dipertukarkan,
perhatikan pemakaian berikut ini.
Bentuk Tidak Baku
(a) Acara pelepasan
para wisudawan akan dimulai pukul 08.00.
(b) Bayi yang baru saja dilahirkan itu mengalami
cacat fisik, yaitu di bagian penglepasannya.
Bentuk
Baku
(a) Acara
penglepasan para wisudawan akan
dimulai pukul 08.00.
(b) Bayi yang baru saja dilahirkan itu mengalami
cacat
fisik, yaitu di bagian pelepasannya.
(4) Penggunaan
kata Mengkaji dan Mengaji
Kata Mengkaji
oleh pemakai bahasa juga sering digunakan disamping kata Mengaji.
Penggunaan kedua kata tersebut sering salah. Cermati pemakaian berikut ini.
Bentuk Tidak Baku
(a)
Anak-anak muslim di kampng itu setiap
hari pukul 16.00 mengkaji di masjid
Darussalam.
(b)
Para ilmuwan sedang mengaji hasil penelitian.
Bentuk
Baku
(a)
Anak-anak muslim di kampng itu setiap
hari pukul 16.00 mengkaji di
masjid Darussalam.
(b)
Para ilmuwan sedang mengaji hasil penelitian.
(5)
Penggunaan kata hijrah dan Hijriah
Sering orang mempertikarkan pemakaian
kedua kata tersebut. Perhatikan contoh berikut ini.
Bentuk
Tidak Baku
(a)
Tahun baru Hijrah jatuh pada tanggal 18 Desember 2009.
(b)
Perpindahan Nabi Muhammad saw dari Mekah
ke Medinah disebut hijriah.
Bentuk
Baku
(a)
Tahun baru Hijriah jatuh pada tanggal 18 Desember 2009.
(b)
Perpindahan Nabi Muhammad saw dari Mekah
ke Medinah disebut hijrah.
b)
Kesalahan
karena Pasangan yang Terancukan
Jenis lain kesalahan karena kemiripan
adalah pasangan yang terancukan. Pasangan yang terancukan terjadi jika orang
yang tidak mengetahui secara pasti bentuk kata yang benar lalu terkacaukan oleh
bentuk yang dianggap benar. Dalam hal ini kedua anggota pasangan itu memang
bentuk yang benar, tetapi harus diperhatikan perbedaan maknanya. Akibatnya,
kadang-kadang ditemukan penggunaan bentuk yang salah. Marilah kita cermati
contoh-contoh kesalahan pemakaian jenis ini.
(1)
Penggunaan
kata Sah dan Syah
Kata Sah
dan Syah merupakan dua kata yang
berbeda dari segi makna. Kemiripan bentuk dan lafal memang memiliki kedua kata
tersebut. Tidak mengherankan jika pemakai bahasa yang tidak cermat, sering
mengacaukan pemakaiannya. Perhatikan pemakaian berikut ini.
Bentuk
Tidak Baku
(a) Sah
Iran sudah pernah dikunjungi Indonesia.
(b) Dia
sekarang telah syah menjadi suami
saya.
Bentuk Tidak Baku
(a) Syah
Iran sudah pernah dikunjungi Indonesia.
(b) Dia
sekarang telah sah menjadi suami
saya.
(2)
Penggunaan
kata Kafan dan Kapan
Bentuk
Tidak Baku
(a) Mayat
itu sudah dibungkus kain kapan.
(b) Kafan
kamu akan berangkat ke Bandung?
Bentuk
Baku
(a) Mayat
itu sudah dibungkus kain kafan.
(b) Kapan
kamu akan berangkat ke Bandung?
(3) Penggunaan kata fakta dan Pakta
Bentuk Tidak Baku
(a) Kamulah
yang harus bertanggung jawab atas peristiwa itu berdasarkan pakta
yang ada.
(b) Fakta
Pertahanan Atlantik Utara merupakan perjanjian internasional yang diprakarsai
oleh Amerika.
Bentuk Baku
(a) Kamulah
yang harus bertanggung jawab atas peristiwa itu berdasarkan fakta
yang ada.
(b) Pakta
Pertahanan Atlantik Utara merupakan perjanjian internasional yang diprakarsai
oleh Amerika.
(4) Penggunaan kata Folio dan Polio
Bentuk
Tidak Baku
(a) Pegawai
itu baru saja membeli kertas polio di
Toko Laris.
(b) Adiknya
sejak kecil menderita penyakit folio.
Bentuk
Baku
(a) Pegawai
itu baru saja membeli kertas folio di
Toko Laris.
(b) Adiknya
sejak kecil menderita penyakit polio.
(5) Penggunaan kata Sarat dan Syarat
Bentuk
Tidak Baku
(a) Sehat
jasmani da rohani merupakan sarat menjadi
seorang guru..
(b) Bis
yang mengalami kecelakaan di jalan pantura kemarin syarat penumpang.
Bentuk
Baku
(a) Sehat
jasmani da rohani merupakan syarat menjadi
seorang guru..
(b) Bis
yang mengalami kecelakaan di jalan pantura kemarin sarat penumpang.
(6)
Penggunaan
kata Sair dan Syair
Bentuk
Tidak Baku
(a) Sastrawan
itu sedang asyik membaca sair.
(b) Orang
Islam yang beriman selalu berhati-hati dalam berbuat, dia selalu ingat syair.
Bentuk Baku
(a) Sastrawan
itu sedang asyik membaca syair.
(b) Orang
Islam yang beriman selalu berhati-hati dalam berbuat, dia selalu ingat sair.
c) Kesalahan karena pilihan kata yang
tidak tepat
Ada dua istilah yang berkaitan dengan
masalah subjudul ini, yaitu istilah pemilihan
kata dan pilihan kata. Pemilihan kata
adalah proses atau tindakan memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan
secara tepat, sedangkan pilihan kata
adalah hasil proses atau tindakan tersebut.
Setiap kata memiliki makna tertentu yang
berbeda dengan kata yang lain. Kendatipun ada beberapa kata yang sekilas
tampaknya memiliki makna yang hamper sama, tetapi jika diteliti lebih seksama
lagi akan tampaklah bahwa masing-masing kata itu memiliki persamaan makna yang
bersifat tidak menyeluruh atau tidak total atau tidak mutlak. Kesamaannya hanya
bersifat sebagian.
Biasanya orang membuka kamus untuk
mengetahui makna atau arti sebuah kata, cara menulisannya, atau cara-cara
melafalkannya. Akan tetapi, banyak juga orang yang menginginkan lebih dari itu.
Mereka ingin menemukan kata tertentu untuk mengetahiu pemakaiannya secara
tepat.
Ketepatan makna dan kelaziman pemakaian
kata perlu diperhatikan ketika memilih kata. Dalam kegiatan berbahasa, pilihan
kata merupakan aspek yang sangat penting karena pilihan kata yang tidak tepat
selain menyebabkan ketidakefektifan bahasa yang digunakan, juga dapat
mengganggu kejelasan informasi dan rusaknya situasi komunikasi juga tidak
jarang disebabkan oleh penggunaan pilihan kata yang tidak tepat.
Seorang pembicara atau penulis akan
memilih kata yang “terbaik” untuk mengungkapkan pesan yang akan disampaikannya.
Pilihan kata yang “terbaik” adalah yang
memenuhi syarat antara lain: (1) ketepatan, (2) kebenaran, dan (3)
kelaziman (Alwi dkk, 1992: 11). Kata
yang tepat adalah kata yang mempunyai makna yang dapat mengungkapkan atau
sesuai dengan gagasan pemakai bahasa. Kata yang benar adalah kata yang
diucapkan atau ditulis sesuai dengan bentuk yang benar (baik bentuk dasar
maupun bentuk jadian). Kata yang lazim adalah kata yang biasa digunakan untuk
mengungkapakan gagasan tertentu.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa
contoh wujud kesalahan pilihan kata.
1)
Penggunaan
kata pukul dan Jam
Bentuk
Tidak Baku
a)
Hari ini akan kita bicarakan masalah
kata majemuk dalam bahasa Indonesia hingga kira-kira jam 14.00
b)
Beberapa dokter mengoperasi pasien
penyakit jantung coroner selama 3 jam, yaitu jam 13.00 s.d 16.00
Bentuk
Tidak Baku
a) Hari
ini akan kita bicarakan masalah kata majemuk dalam bahasa Indonesia hingga
kira-kira pukul 14.00
b)
Beberapa dokter mengoperasi pasien
penyakit jantung coroner selama 3 jam, yaitu pukul 13.00 s.d 16.00
2)
Penggunaan
kata Masing-masing dan Tiap-tiap
Bentuk
Tidak Baku
a)
Masing-masing
peserta boleh mengirimkan lebih dari satu cerpen.
b)
Kelompok tiap-tiap terdiri atas enam orang saja.
Bentuk Baku
a)
Tiap-tiap
peserta boleh mengirimkan lebih dari satu cerpen.
b)
Kelompok masing-masing terdiri atas enam orang saja.
c)
3)
Penggunaan
kata Tidak dan Bukan
Bentuk
Tidak Baku
a)
Andika bukan mengerjakan pekerjaan rumah, sehingga dimarahi Pak Rudi.
b)
Harga buku yang kubeli tadi tidak sepuluh ribu.
Bentuk
Baku
a)
Andika tidak mengerjakan pekerjaan
rumah, sehingga dimarahi Pak Rudi.
b)
Harga buku yang kubeli tadi bukan sepuluh ribu.
d)
Kesalahan
Berbahasa Tataran Wacana
Wacana
merupakan satuan linguistik yang tertinggi. Hal tersebut sejalan dengan yang
dikemukakan Tarigan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan
secara lisan dan tertulis (1987: 27). Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk
karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia dan sebagainya), paragraf,
kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana,1993: 231).
Sebagai
satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep,
gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca (dalam
wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun.
Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar berarti wacana itu terbentuk
dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan
persyaratan kewacanaan lainya.
Persyaratan
gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi jika dalam wacana itu sudah terbina
kohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam
wacana tersebut atau adanya hubungan bentuk. Alat-alat wacana yang dapat
membuat kekohesian sebuah wacana sebuah wacana antara lain: (a) pengacuan atau
referensi, (b) penyulihan atau
substitusi, (c) pelesapan atau ellipsis dan (d) perangkaian atau
konjungsi (sumarlam,2009: 35).
Jika wacana itu kohesif akan terciptalah
kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar atau adanya hubungan makna
atau hubungan semantis. Adapun alat wacana yang membentuk kekoherensian
antaralain: (a) pengulangan atau repetisi, (b) padan makna atau sinonimi, (c)
lawan makna atau sinonimi, (d) hubungan atas-bawah atau hipernimi, (e) sanding
kata atau kolokasi dan (f) kesepadanan atau ekuivalisasi (sumarlam, 2009: 35).
Berdasarkan
uraian diatas, dapat dicermati ruang lingkup kesalahan dalam tataran wacana
dapat meliputi: (1) kesalahan dalam kohesi dan (2) kesalahan dalam koherensi.
1)
Kesalahan dalam kohesi
a)
Kesalahan penggunaan pengacuan
Wacana tidak baku
(1)
Rombongan darma wisata itu mula-mula
mendatangi Pulau Madura. Setelah itu dia
melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali.
(2)
Karena tidak berhenti-henti, anak kecil
itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang yang lewat mencoba menolong mereka.
Wacana baku
(1)
Rombongan darma wisata itu mula-mula
mendatangi Pulau Madura. Setelah itu mereka
melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali.
(2)
Karena tidak berhenti-henti, anak kecil
itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang yang lewat mencoba menolongnya.
b)
Kesalahan penggunaan penyulihan
Wacana tidak baku
(1)
Ibrahim sekarang sudah berhasil mendapat
gelar Sarjana Pendidikan. Derajat
kesarjanaanya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
(2)
Prima dan bibi masuk ke warung kopi.
Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau satu. Keinginan mereka rupanya berbeda.
Wacana baku
(1)
Ibrahim sekarang sudah berhasil mendapat
gelar Sarjana Pendidikan. titel
kesarjanaanya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
(2)
Prima dan bibi masuk ke warung kopi.
Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau satu. Keinginan mereka rupanya sama.
c)
Kekurangefektifan wacana karena tidak
ada pelesapan
Wacana
kurang efektif
(1)
Sudah seminggu ini Rohmah sering ke
rumahku. Rohmah kadang-kadang
mengantar jajanan dan berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang genganku
tentang cinta. Entah mengapa, aku pun enggan mengiring perbincangan kami ke
arah sana.
(2)
Pohon-pohon kelapa menyenangkan hati. Pohon-pohon kelapa itu baru berumur enam
tahun. Pohon-pohon kelapa itu
pendek-pendek dan rendah tetapi sudah berubah banyak. Buahnya bahkan ada yang
mencapai tanah. Hasilnya memang di luar dugaan.
Wacana
efektif
(1)
Sudah seminggu ini Rohmah sering ke rumah. Kadang-kadang mengantar jajanan dan
berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang genganku tentang cinta. Entah
mengapa, aku pun enggan mengiring perbincangan kami ke arah sana.
(2)
Pohon-pohon kelapa menyenangkan hati.
Baru berumur enam tahun. Pendek-pendek dan rendah tetapi sudah berubah banyak.
Buahnya bahkan ada yang mencapai tanah. Hasilnya memang di luar dugaan.
d) Kesalahan
penggunaan konjungsi
Wacana
tidak baku
(1)
Badanya terasa kurang enak dan dia masuk kantor juga meskipun banyak tugas yang harus diselesaikan
dengan segera. Masuk dan tidak masuk
kantor, pekerjaan harus selesai untuk
bulan depan akan diadakan serah terima jabatan. Karena yang digantikan dan
pengganti harus dipertemukan pada saat itu.
(2)
Agak lama aku merenungkan nasihat orang
tuaku. Tetapi aku mendapat gagasan
baru. Memang benar nasihat itu; “aku sebaiknya melanjutkan ke perguruan
tinggi”. Namun tekadku sudah bulat. Dengan demikian aku harus meninggalkan
tampat ini dan segera berangkat ke Surabaya.
Wacana
baku
(1)
Badanya terasa kurang enak tetapi dia masuk kantor juga karena banyak tugas yang harus
diselesaikan dengan segera. Masuk atau
tidak masuk kantor, pekerjaan harus selesai sebab
bulan depan akan diadakan serah terima jabatan. baik yang digantikan maupun
pengganti harus dipertemukan pada saat itu.
(2)
Agak lama aku merenungkan nasihat orang
tuaku. lalu aku mendapat gagasan
baru. Memang benar nasihat itu; “aku sebaiknya melanjutkan ke perguruan
tinggi”. akhirnya tekadku sudah
bulat. Oleh karena itu aku harus
meninggalkan tampat ini dan segera berangkat ke Surabaya.
2)
Kesalahan dalam koherensi
Wacana
tidak koherens
Banyak
pahlawan bangsa dimakamkan di pemakaman itu. Mereka tewas dalam pertempuran melawan penjajah. Sungguh besar jasa para
pahlawan itu untuk negeri ini.
Kalimat
pertama dalam wacana mengambarkan banyak pahlawan yang meninggal dunia.
Sekalipun frasa meninggal dunia
bersinonimi dengan kata tewas dalam
wacana kalimat kedua merupakan pemakaian yang tidak tepat. Sinonimi meninggal dunia yang tepat jika untuk
pahlawan adalah gugur.
Wacana
tidak koherens
Banyak
pahlawan bangsa dimakamkan di pemakaman itu. Mereka gugur dalam pertempuran melawan penjajah. Sungguh besar jasa para
pahlawan itu untuk negeri ini.
e)
Kesalahan
Berbahasa dalam
Penerapan Kaidah Ejaan Berbahasa Yang Disempurnakan.
1) Ejaan
Selama ini orang umumnya berpendapat
bahwa ejaan hanya berkaitan dengan cara suatu kata. Contoh, kata eja dieja dengan e-j-a menjadi eja.
Pengertian ejaan seperti iru sebenarnya kurang tepat karena yang disebut ejaan
pada dasarnya lebih luas dari itu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (
1996:250 ) ejaan didefinisikan sebagai kaidah- kaidah cara menggambarkan
bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan ( huruf-huruf)
serta penggunaan tanda baca. Jelaslah bahwa ejaan tidak hanya berkaitan dengan
cara mengeja suatu kata, tetapi yang lebih utama berkaitan dengan cara mengatur
penulisan huruf menjadi satuan yang lebih besar, misalnya kata, kelompok kata
atau kalimat. Kecuali itu, ejaan berkaitan pula dengan penggunaan tanda baca
pada satuan-satuan huruf tersebut.
2) Kesalahan Penulisan Huruf Besar atau Huruf
Kapital
a)
Kesalahan penulisan huruf pertama
ketikan langsung.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(1) Ibu
mengingatkan,” jangan lupa
dompetmu,Tik!”
(2) Karolina
menjawab,” bukan aku yang mengambil
baju itu, Bu.”
Bentuk Baku
(1) Ibu
mengingatkan,” Jangan lupa
dompetmu,Tik!”
(2) Karolina
menjawab,” Bukan aku yang mengambil
baju itu, Bu.”
b)
Kesalahan penulisan huruf pertama dalam
ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan ( termasuk pada nama diri),
kitab suci, dan mana Tuhan (termasuk kata ganti untuk Tuhan).
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(1)
Ya allah,
semoga engkau menerima arwah ayah saya.
(2)
Limpahkanlah rahmatmu kepada kami ya Allah.
Bentuk
Baku
(1)
Ya Allah,
semoga engkau menerima arwah ayah saya.
(2)
Limpahkanlah rahmatMu kepada kami ya Allah.
c)
Kesalahan penulisan huruf pertama nama
gelar (kehormatan, keturunan, keagamaan), jabatan, dan pangkat yang diikuti
nama orang.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(1)
Pemerintah baru saja memberikan anugerah
kepada mahaputra Yamin.
(2)
Nabi Ismail adalah anak nabi Ibrahim
alaisalam.
Bentuk
Tidak Baku
(1)
Pemerintah baru saja memberikan anugerah
kepada Mahaputra Yamin.
(2)
Nabi Ismail adalah anak Nabi Ibrahim
alaisalam.
d) Kesalahan
penulisan kata-kata van, der, den, da,
de, di, bin, dan ibnu yang
digunakan sebagai nama orang ditulis dengan huruf besar, padahal kata-kata itu
tidak terletak pada awal kalimat.Contoh:
Bentuk baku
Van
den bosch
Mursid
bin Hasan
|
Bentuk Tidak Baku
Van
Den Bosch
Mursid
Bin Hasan
|
e)
Kesalahan penulisan huruf pertama nama
bangsa, suku, dan bahasa yang tidak terletak pada awal kalimat.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(1)
Di Indonesia terdapat suku jawa, suku bali, suku batak, dan
sebagainya.
(2)
Kita, Bangsa Indonesia harus bertekad untuk menyukseskan pembangunan.
Bentuk
Baku
(1)
Di Indonesia terdapat suku Jawa, suku Bali, suku Batak, dan
sebagainya.
(2)
Kita, bangsa Indonesia harus bertekad untuk menyukseskan pembangunan.
f)
Kesalahan penulisan huruf pertama nama
tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh;
Bentuk
Tidak Baku
(1)
Pada Bulan
agustus terdapat hari yang sangat
bersejarah bagi bangsa Indonesia.
(2)
Setiap Hari Jumat semua instansi
di Indonesia menyelenggarakan senam kesegaran jasmani.
Bentuk Baku
(1)
Pada bulan
Agustus terdapat hari yang sangat
bersejarah bagi bangsa Indonesia.
(2)
Setiap hari Jumat semua instansi
di Indonesia menyelenggarakan senam kesegaran jasmani.
g)
Kesalahan penulisan pada huruf pertama
nama khas geografi.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(1)
Salah satu daerah pariwisata di Sumatra
adalah danau Toba.
(2)
Pulau Jawa dan Pulau Sumatra dihubungkan
oleh selat Sunda.
Bentuk
Baku
(1)
Salah satu daerah pariwisata di Sumatra
adalah Danau Toba.
(2)
Pulau Jawa dan Pulau Sumatra dihubungkan
oleh Selat Sunda.
h)
Kesalahan penulisan huruf pertama nama
resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
a)
Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia dipilih oleh majelis
permusyawaratan rakyat.
b)
Semua anggota PBB harus mematuhi
piagam perserikataana bangsa-bangsa.
Bentuk
Baku
(1)
Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
(2)
Semua anggota PBB harus mematuhi Piagam
Perserikataana Bangsa-Bangsa.
i)
Kesalahan penulisan huruf pertama pada
kata tugas seperti: di, ke, dari, untuk,
yang, dan, atau, dan dalam pada judul buku, majalah, surat
kabar, dan karangan yang tidak terletak pada posisi awal.
Bentuk
Tidak Baku
(1)
Buku Pelajaran
Sosiologi Untuk Sekolah Lanjutan Atas akan diterbitkan lagi.
(2)
Idrus mengarang buku Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma.
Bentuk
Baku
(1)
Buku Pelajaran
Sosiologi untuk Sekolah Lanjutan Atas akan diterbitkan lagi.
(2)
Idrus mengarang buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain Ke Roma.
j)
Kesalahan penulisan singkatan nama gelar
dan sapaan.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(1)
Kami berharap hal tersebut dilaporkan
kepada tn.Samuel.
(2)
Proyek itu dipimpin oleh drs. Tony
Hatanto.
Bentuk
Baku
(1)
Kami berharap hal tersebut dilaporkan
kepada Tn.Samuel.
(2)
Proyek itu dipimpin oleh Drs. Tony
Hatanto.
k)
Kesalahan pnulisah huruf pertama kata
petunjuk hubungan kekerebatan, seperti: bapak,
ibu, saudara, anda, kakak, adik, dan paman
yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Bentuk
Tidak Baku
(1)
Kapan adik akan datang lagi kesini?
(2)
Kemarin paman pergi ke Singapura dengan bibi.
Bentuk
Tidak Baku
a)
Kapan adik akan datang lagi kesini?
b)
Kemarin paman pergi ke Singapura dengan bibi.
3)
Kesalahan
Penulisan huruf Miring
a) Kesalahan
penulisan huruf buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
Perhatikan contoh di bawah ini.
Bentuk
Tidak Baku
(1) Wanita
muslimah banyak yang menyenangi tabloid Nurani.
(2) Harian
Suara Merdeka menjadi bacaan warga Jawa Tengah.
Bentuk
Baku
(1) Wanita
muslimah banyak yang menyenangi tabloid Nurani.
(2) Harian
Suara Merdeka menjadi bacaan warga
Jawa Tengah.
b) Kesalahan
penulisan yang digunakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian
kata, atau kelompok kata. Contoh sebagai berikut.
Bentuk
Tidak Baku
(1) Buatlah
contoh kalimat dengan kata bahagia!
(2) Kata
ubah ditambah prefiks meng- akan menjadi mengubah bukan merubah.
Bentuk
Baku
(1) Buatlah
contoh kalimat dengan kata bahagia!
(2) Kata
ubah ditambah prefiks meng- akan menjadi mengubah bukan merubah.
c) Kesalahan
penulisan kata nama-nama ilmiah atau ungkapan bahasa asing atau bahasa daerah
(yang tidak disesuaikan ejaan).
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(1) Politik
devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
(2) Ungkapan
Wilujeng Sumping dalam bahasa Sunda berarti “Selamat Datang”.
Bentuk
Baku
(1) Politik
devide et impera pernah merajalela di
negeri ini.
(2) Ungkapan
Wilujeng Sumping dalam bahasa Sunda
berarti “Selamat Datang”.
4)
Kesalahan
Penulisan Kata
a)
Kesalahan
Penulisan Kata Dasar dan Kata Bentukan
Bentuk Baku
diminta
kasihan
|
Bentuk Tidak Baku
di
minta
kasih
an
|
b)
Kesalahan
Penulisan –ku, -kau, -mu, dan –nya.
Bentuk Baku
sepatuku
rumahmu
kauambil
|
Bentuk Tidak Baku
sepatu
ku
rumah
mu
kau
ambil
|
c)
Kesalahan
penulisan Preposisi di, ke, dan dari
Bentuk Baku
di
teras rumah
ke
sana-sini
|
Bentuk Tidak Baku
diteras
rumah
kesana-sini
|
d)
Kesalahan
Penulisan Partikel pun
Bentuk Baku
sekali
pun
apa
pun
dia
pun
|
Bentuk Tidak Baku
sekalipun
apapun
diapun
|
e)
Kesalahan
penulisan per
Bentuk Baku
Rp.
16.000,00 per meter
dibayarkan
per Mei 2009
|
Bentuk Tidak Baku
Rp.
16.000,00 permeter
dibayarkan
per-Mei 2009
|
5)
Kesalahan
Meninggalkan Kata
Pemenggalan kata atau persukuan
diperlukan apabila kita harus memenggal sebuah kata dalam tulisan jika terjadi
pergantian baris. Pada pergantian baris, tanda hubung harus dibubuhkan di
pinggir ujung baris, bukan dibawah ujung garis.
a)
Kesalahan
Pemenggalan Dua Vokal yang Berurutan di Tengan Kata
Contoh:
Bentuk Baku
la-in
sa-at
|
Bentuk Tidak Baku
la
- in
sa
- at
|
Kaidah pemenggalan yang benar adalah
jika di tengah kata ada dua vokal yang berurutan, pemenggalan dilakukan di
antara kedua vokal tersebut. Fonem diftong /ai/,
/au/, dan /oi/ tidak pernah
diceraikan. Apabila memenggal atau menyukukan sebuah kata, kita harus
membubuhkan tanda hubung (-) di antara suku-suku kata itu dengan tidak
didagului atau diikuti spasi.
b)
Kesalahan
Pemenggalan Dua Vokal Mengapit Konsonan
di Tempat Kata
Contoh:
Bentuk Baku
se-ret
pa-man
|
Bentuk Tidak Baku
ser-et
pam-an
|
c)
Kesalahn
Pemenggalan Dua Konsonan Berurutan di tengah Kata
Contoh:
Bentuk Baku
Ap-ril
mer-de-ka
|
Bentuk Tidak Baku
A-pril
me-rde-ka
|
d)
Kesalahan
Pemenggalan Tiga Konsonan atau Lebih di Tengah Kata
Contoh:
Bentuk Baku
ab-strak
in-frak
|
Bentuk Tidak Baku
abs-trak
inf-rak
|
e)
Kesalahan
Pemenggalan Kata Berimbuhan
Contoh:
Bentuk Baku
pem-ber-da-ya-an
meng-a-ku-i
|
Bentuk Tidak Baku
pe-mber-da-ya-an
me-nga-kui
|
Kaidah pemenggalan yang benar adalah
imbuhan (prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks) termsuk yang mengalami perubahan
bentuk biasanya ditulis derangkai dengan kata dasarnya salam pemanggalan kata
dipisahkan sebagai satu kesatuan.
f)
Kesalahan
Pemenggalan nama Diri
Contoh:
Bentuk Baku
Imam
Nurzaman
Nur
Komari saputri
Pratiwi
sulistyowati
|
Bentuk Tidak Baku
I-mam
Nur-zaman
Nur
Ko-ma-ri sa-pu-tri
Pra-ti-wi
su-lis-tyo-wa-ti
|
6)
Kesalahan
Penulisan Lambang Bilangan.
a) Kesalahan
penulisan lambang bilangan dengan huruf.
Contoh:
Bentuk Baku
enam
ratus lima puluh
seratus
dua puluh tiga
|
Bentuk Tidak Baku
enam
ratus limapuluh
seratus
duapuluh tiga
|
b) Kesalahan
penulisan kata bilangan tingkat.
Contoh:
Bentuk Baku
abad
XX
abad
ke-20
abad
kedua puluh
|
Bentuk Tidak Baku
abad
ke XX
abad
ke 20
abad
keduapuluh
|
c) Kesalahan
penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an.
Contoh:
Bentuk Baku
pujangga tahun 50-an
lembaran
1000-an
|
Bentuk Tidak Baku
pujangga
tahun 50an
lembaran
1.000an
|
d) Kesalahan
penulisan lambing bilangan yang dapat
menyatakan satu atau dua kata yang ditulis dengan angka dan kesalahan penulisan
lambing bilangan yang menyatakan beberapa perincian atau pemaparan ditulis
dengan huruf. Perhatikan contoh berikut.
Bentuk
Tidak Baku
(1) Sekitar
60 calon mahasiswa tidak diterima di
akademi itu.
(2) Tetanggaku
membeli 4 pohon durian.
Bentuk
Baku
(1) Sekitar
enam puluh calon mahasiswa tidak
diterima di akademi itu.
(2) Tetanggaku
membeli empat pohon durian.
e) Kesalahan
penulisan lambing bilangan pada awal kalimat dengan angka dan kesalahan
penulisan lambing bilangan pada awal kalimat dengan huruf.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(1) 13
tukang becak itu pawai di jalan raya.
(2) 19
orang di kampong ini menderita gizi buruk.
Bentuk
Baku
(1) Tiga belas
tukang becak itu pawai di jalan raya.
(2) Sembilan belas orang di kampong ini menderita gizi buruk.
f) Keslahan
penulisan angka yang menunjukkan jumlah antara ratusan, ribuan, dan seterusnya.
Perhatikan contoh berikut.
Bentuk
Tidak Baku
(1) Jumlah
peserta ujian seluruhnya 3554 orang.
(2) Desa Sukanandi berpenduduk 1785 jiwa.
Bentuk Baku
(1) Jumlah
peserta ujian seluruhnya 3.554 orang.
(2) Desa Sukanandi berpenduduk 1.785 jiwa.
g) Kesalahan
penulisan jumlah uang.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(1) Harga
durian itu Rp. 25.000,00 per buah.
(2) Setiap
mahasiswa harus membayar iuran setiap semester Rp. 5000
|
Bentuk Baku
(3) Harga
durian itu Rp 25.000,00 per buah.
(4) Setiap
mahasiswa harus membayar iuran setiap semester Rp. 5.000,00
|
h) Kesalahan
penulisan angka NIP, NIM/NPM dan nomor
telepon.
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(1) Nomor
Induk Pegawai ayahku 130 678 890
(2) Nomor
Induk Mahasiswa anak itu 09.009.545
Bentuk
Tidak Baku
(1) Nomor
Induk Pegawai ayahku 130678890
(2) Nomor
Induk Mahasiswa anak itu 09009545
7)
Kesalahan
Penulisan Unsur Serapan.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur
serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas: (i) unsur yang belum
sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia (unsur-unsur ini dipakai dalam
konteks bahasa Indonesia, tetapi pelafalannya masih mengikuti cara asing) dan
(ii) unsur asing yang pelafalannya dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah
bahasa Indonesia.
Kata Asing
activity
analysis
|
Penyerapan Baku
Aktivitas
Analisis
|
Penyerapan Tidak Baku
Aktifitas
Analisa
|
8)
Kesalahan
Penulisan Tanda baca
a)
Kesalahan
Penulisan Tanda
Titik (.)
(1) Penghillangan
tanda titik pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:
Bentuk Baku
M.
Ramlan
W.S.
Rendra
|
Bentuk Tidak Baku
M
Ramlan
WS
Rendra
|
(2) Penghilang
tanda titik pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh:
Bentuk Baku
S.E.
(Sarjana Ekonomi )
|
Bentuk Tidak Baku
S
E
|
(3) Pemakaian
tanda titik yang kurang atau berlebihan pada singkatan kata atau ungkapan.
Contoh:
Bentuk Baku
a.n.
( atas nama)
d.a
(dengan alamat)
|
Bentuk Tidak Baku
an.
da.
|
(4) Penghilangan
tanda titik pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan,
dan seterusnya.
Contoh:
Bentuk Baku
2.320 halaman
1.497meter
|
Bentuk Tidak Baku
2320
halaman
3497
meter
|
(5) penambahan
tanda titik pada singkatan yang terdiri atas huruf-huruf awal kata atau suku
kata dan pada akronim.
Contoh:
Bentuk Baku
DPR
Sekjen
|
Bentuk Tidak Baku
D.P.R
Sekjen.
|
(6) Penambahan
tanda titik di belakang alamat pengirim, tanggal surat, di belakang, nama
penerima, dan alamat penerima surat.
Contoh:
Bentuk Baku
Jalan
Sudirman III. 45
Yogyakarta,
30 Maret 2009
|
Bentuk Tidak Baku
Jalan
sudirman III. 45.
Yogyakarta,30
Maret 2009.
|
b)
Kesalahan
Penulisan Tanda Koma (,)
(1) Penghilangan
tanda koma di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilang.
Bentuk
Tidak Baku
(a) Anakku
mengirimi aku beberapa baju, makanan kering dan uang.
(b) Satu
dua ….. tiga.
Bentuk
Baku
(a) Anakku
mengirimi aku beberapa baju, makanan kering, dan uang.
(b) Satu,
dua, ….. tiga.
(2) Penghilangan
tanda koma di antara dua klausa dalam
kalimat majemuk setara (yang didahului oleh konjungsi tetapi, melainkan, dan
sedangkan).
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(a) Ibu
akan mengabulkan permintaanmu tetapi kau harus mengikuti nasihat orang tua.
Bentuk
Baku
(b) Ibu
akan mengabulkan permintaanmu, tetapi kau harus mengikuti nasihat orang tua.
(3) Pemisahan
anak kalimat dengan induk kalimat yang tidak menggunakan tanda koma (yang anak
kalimat mendahului induk kalimat ).
Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(a) Walaupun
hidupnya kekurangan ia tidak pernah meminta kepada orang lain,
Bentuk
Baku
(b) Walaupun
hidupnya kekurangan, ia tidak pernah meminta kepada orang lain,
(4) Penghilangan
tanda koma di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat
di awal kalimat. Contoh:
Bentuk
Tidak Baku
(a) Jadi
minggu depan kita berangkat ke Bali.
Bentuk
Baku
(b) Jadi,
minggu depan kita berangkat ke Bali.
I.
Sistematka
Penulisan Skripsi
Bab I
Pendahuluan, yang menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II Landasan
teori berisi pengertian menulis, jenis karangan, dan jenis kesalahan berbahasa .
Bab III berisi
analisis kesalahan berbahasa pada karangan narasi siswa kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang tahun ajaran 2011/2012.
Bab IV Penutup menguraikan
simpulan dan saran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar