Rabu, 27 Maret 2013

SINOPSIS CERPEN BULAN DI ATAS KAMPUNG KARYA SGA DALAM LAKI-LAKI YANG KAWIN DENGAN PERI CERPEN PILIHAN KOMPAS TAHUN 1995 HALAMAN 112-119



            Dalam cerpen itu mengisahkan mengenai seorang anak yang bingung mencari jati diri ayahnya yang selalu memberi warna dalam hidupnya, karena ibinya tidak pernah memberi penjelasan yang masuk akal tentang keberadaan ayahnya. dalam suasana dini hari ketika Nano akan pulang ke rumah dalam keadaan setengah tak sadar karena ia mabuk. Ia berjalan menyusuri gang-gang dalam kampungnya yang bernamakan gang dengan kata-kata yang jorok. Dalam perjalanan pulangnya itu dibawah cahaya  bulan mengubah keadaan menjadi sangat mempesona. Dalm ketaksadaran itu Nano teringat akan bapaknya dan ibunya. Dalam bak truk yang tiba-tiba berubah menjadi sebuah panggung terbuka Nano meihat ibunya menari dengan celana pendek dan BH berjurai-jurai dengan seekor ular. Ular itu menjilat-jilat pipi ibunya, menciumi  ibunya.
            Ibu Nano yang lekat dengan kehidupan malam, suatu ketika ia mengatakan pad Nano bahwa ayahnya itu seorang bajingan. Kata-kata seperti itu sudah dikenalkan oleh ibunya waktu masih kecil. Isti teman Nano pernah melihat ibu Nano menari tanpa pakaian, namun hanya ditutupi oleh ular yang melilit tubuh ibunya.
Sesampai di depan rumah dalam sinar rembulan yang samar-samar , ia melewati kamar ibunya karena korden kamar ibunya terbuka terkena tiupan angin, di dalam kamar ia melihat ibunya berkeringat dan baian-bagian tubnhnya terlihat Nano. Kemudian Nano menuju dapur, dilihatnya sebuah pisau yang baru digunakan untuk memotong semangka.
            Di dalam kamar itu ibunya tidur dengan laki-laki, dan Nano selalu ingat perkataan ibunya bahwa ayahnya goblok. Nano mengangkat pisau itu tinggi-tinggi, kemudian listrik mati. Di meja rias ibunya terdapat seekor ular melingkar dengan tengnya.
           

Jumat, 22 Maret 2013

pengertian wawancara



Wawancara merupakan salah satu teknik yang dilakukan untuk mendapatkan data atau informasi mengenai sesuatu yang berhubungan dengan apa yang kita butuhkan. Wawancara memiliki arti proses tanya jawab untuk mendapatkan informasi mengenai suatu hal dari orang lain yang menjadi narasumber dengan tema tertentu.  Untuk melakukan wawancara tidaklah sulit bagi pelajar, dengan adanya niat dan keinginan yang kuat. Proses wawancara pun akan dengan mudah terlaksana.
Pada saat mendengarkan sebuah wawancara, kita harus benar-benar cermat menyimak hal-hal penting yang terdapat dalam informasi tersebut. Karena dalam wawancara tidak keseluruhan informasi yang dibicarakan merupakan hal yang pokok.  Informasi yang disampaikan oleh narasumber biasanya berupa gagasan maupun pendapat. Nah, agar proses wawancara bisa berjalan dengan lancar. Pewawancara harus memilih narasumber yang tepat sesuai dengan bidang dan topik dalam wawancara.
Misalnya, kita akan berwawancara dengan tema “kesehatan”. Maka narasumber yang kita pilih harus sesuai dengan bidangnya yakni kesehatan. Kita juga dapat mewawancarai petugas kesehatan, perawat, dokter, maupun bidan. Jika narasumber sesuai dengan bidangnya, dengan demikian kita juga dengan mudah memperoleh informasi sebanyak mungkin mengenai tema “kesehatan”. 

Senin, 18 Maret 2013

contoh daftar pustaka yang baik dan benar



DAFTAR PUSTAKA


Akhadiyah, Sabarti dkk. 1996. Materi Pokok Menulis II. Jakarta: Karunia, Universitas Terbuka.

Asul, Wiyanto. 2004. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: PT. Gamedia Widiasarana Indonesia

    Badudu, J.S. 1987. Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar II. Jakarta: PT Gramedia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta.
Kusmiatun, Ari. 2005. Harmoni Kecerdasan Intelektual, Emosional, dan Spiritual dalam Pembelajaran Menulis. Bandung:  Tiara wacana.
Nurudin. 2007. Dasar-dasar Penulisan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka
Suparno dan Mohamad Yunus. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta : Universitas Terbuka
Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menulis Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.






Rabu, 13 Maret 2013

Proposal Kesalahan Berbahasa


PROPOSAL

A.      Judul       : Kesalahan Berbahasa pada Karangan Narasi Siswa Kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang Tahun Ajaran 2011/2012.

B.       Latar Belakang Masalah
           Hakikat pembelajaran bahasa yaitu belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran berbahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis (Depdiknas, 2005:5). Ada empat keterampilan bahasa yang harus diperhatikan dalam berbahasa yaitu keterampilan membaca, keterampilan berbicara, keterampilan menyimak dan keterampilan menulis. Setiap ketrampilan tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat (Tarigan, 1994:1).
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling penting dan sulit dikuasai. Namun demikian, pembelajaran menulis disekolah ternyata belum mempunyai tempat yang cukup. Pembelajaran menulis hanya mendapatkan porsi waktu yang kurang dibanding dengan pembelajaran kebahasaan yang lain seperti berbicara, membaca dan menyimak.
Selain itu, guru hanya berorientasi untuk melihat hasil tulisan siswa tanpa membelajarkan proses menulis pada siswa. Akhirnya, tujuan pembelajaran menulis hanya mengarah pada pencapaian kemampuan menulis siswa, dengan kata lain siswa hanya dituntut untuk cerdas serta intelektual saja. Hal inilah yang menjadikan menulis sebagai suatu beban (Kusmiatun, 2005: 133).
           Tujuan pengajaran bahasa adalah agar siswa terampil berbahasa,  terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis. Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang menjadi tujuan pengajaran di sekolah. Adapun keterampilan bahasa yang lain adalah menyimak, berbicara, membaca. Hal ini dapat dilihat dari rambu-rambu kurikulum pendidikan dasar yang menyatakan bahwa pembelajaran bahasa mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis (Depdikbud, 1993:4).
           Seseorang dikatakan memiliki keterampilan apabila ia dapat mengkomunikasikan gagasan secara tertulis, yaitu menuangkan gagasan secara tertulis kepada pembaca dan pembaca dapat memahami gagasan yang telah dituaangkan dalam bentuk tulisan tersebut (Depdikbud, 1993:56).
           Kemampuan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia karena menulis digunakan untuk berkomunikasi, yaitu mengungkapkan gagasan, pengalaman dan pesan. Proses menulis merupakan satu kesatuan ujaran yang diikat oleh struktur bahasa dalam kesatuan yang logis. Kegiatan menulis menghasilkan produk dari imajinatif yang tinggi, sehingga menulis dikelompokkan ke dalam kegiatan yang produktif dan ekspresif (Tarigan, 1994:3-4).
           Keterampilan dalam menulis siswa harus dibina dan dikuasai sejak dini sebagai salah satu keterampilan berbahasa, untuk meningkatkan keterampilan menulis perlu melalui pelatihan yang kontinyu untuk mengembangkan suatu tulisan dengan baik. Oleh karena itu, seseorang harus menguasai kemampuan dasar dalam menulis, yaitu yang berkaitan dengan masalah pilihan kata, efektivitas kalimat dan pembelajaran (Akhadiah,dkk, 1996: 71).
           Kegiatan menulis memang tidaklah mudah. Akhadiah (1996:1) mengemukakan bahwa banyak orang yang menganggap kegiatan menulis sebagai beban berat. Anggapan tersebut timbul karena kegiatan menulis meminta banyak tenaga, waktu, serta perhatian yang sungguh-sungguh. Upaya membina kemampuan menggunakan bahasa siswa sudah dirintis sejak dulu, dengan menerapkan kurikulum yang menitikberatkan pada penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Dalam senua kurikulum yang pernah diterapkan tersebut, pada hakikatnya kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa dan sastra secara baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.
           Keterampilan menulis yang dimiliki seseorang, diperoleh dengan latihan yang intensif. Kemampuan menulis bukanlah keterampilan yang diwariskan secara turun mrnutun, tetapi merupakan hasil proses belajar dan ketekunan yang berlatih. Untuk memiliki keterampilan menulis tidak cukup dengan mempelajari pengetahuan tentang teori menulis, ataupun hanya melafalkan definisi tang terdapat dalam bidang menulis, tetapi diperlukan proses berlatih secara terus menerus dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap kemampuan dan keterampilan berbahasa di sekolah hendaknya dilakukan secara terprogram dan berorientasi pada pengembangan dan peningkatan kompetensi siswa. Mengingat semua jenis dan jenjang pendidikan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional) maka, penguasaan keterampilan bahasa Indonesia menjadi kunci keberhasilan pendidikan di Indonesia.
           Badudu (melalui Sabarini, 1987 : 2) menyatakan bahwa, bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat, yaitu individu-individu sebagai manusia yang berfikir, merasa, dan berkeinginan. Pikiran, perasaan, dan keinginan baru terwujud bila dinyatakan. Dan alat untuk menyatakan itu adalah bahasa. Bentuk menyatakan pikiran yang menggunakan bahasa itu memiliki dua jenis, yaitu bentuk komunikasi lisan yang dikenal dengan istilah berbicara, dan bentuk komunikasi tertulis yang lebih dikenal dengan istilah mengarang atau menulis.
           Karangan yang baik menggunakan kaidah-kaidah bahasa indonesia yang baik  dan benar. Karangan merupakan wujud keterampilan menulis. Keterampilan menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang produktif. Dalam kegiatan menulis atau mengarang diperlukan kemampuan  menggunakan tata tulis yang benar yaitu penulisan ejaan yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku (hidayat,1981:17).
           Keterampilan mengarang memang tidak muncul dengan sendirinya. Keterampilan mengarang dapat dipelajari tentu saja dengan berlatih mengarang. Seseoarang yang mengarang harus menguasai kaidah bahasa dan subjek yang akan ditulis. Selain itu, ia harus menguasai teknik menyusun karangan.
           Hafera (2003: 7) berpendapat bahwa mengarang merupakan kegiatan yang mudah dilakukan oleh siapapun apabila kegiatan mengarang dilakukan secara rutin. Orang yang suka mengarang secara rutin semakin lama akan menambah perbendaharaan kata menjadi variasi. Belajar mengarang melatih seseorang untuk  mengutarakan ide-ide atau pilihanya dengan menyusun kata dengan runtut untuk memudahkan pembaca memahami isi tulisan.
Kesalahan bahasa tulis yang terjadi pada siswa dapat dilihat saat guru memberi tugas untuk mengarang. Arti mengarang/menulis oleh Hafera (2003: 3) sebagai “kemampuan memahami diri sendiri dan mengeluarkan secara tertulis, atau mengorganisasikan ide menjadi rangkaian yang logis dalam tulisan”. Kesalahan bahasa tertulis dalam linguistik dibedakan atas kesalahan bidang fonologi pada ejaan, kesalahan bidang sintaksis dalam tata kalimat, dan kesalahan bidang semantik dalam pilihan kata atau diksi (Pateda, 2000: 196).
Dari batasan-batasan di atas, diketahui bahwa mengarang diperlukan kemampuan menggunakan tata bahasa dan keterampilan berbahasa yang baik dan benar, sehingga penulis dapat lebih mudah mengungkapkan segala ide, gagasan, ataupun peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Akan tetapi, dalam kegiatan tulis-menulis masih banyak siswa yang menggunakan kalimat yang tidak efektif. Banyak penilaian yang diberikan terhadap pengajaran bahasa Indonesia terutama paenggunaan kalimat efektif dalam karangan siswa belum mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan penggunaan kosakata dan ketidakcermatan penggunaan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga menimbulkan kesalahan berbahasa dan pada jenjang ini mereka lebih senang menonjolkan emosinya daripada penalarannya.
Mengarang merupakan kegiatan kognitif yang kompleks. Oleh karena itu, wajar jika dalam sebuah tulisan terdapat kesalahan (termasuk kesalah penggunaaan bahasa). Tetapi bagaimanapun juga kesalahan adalah kesalahan. Kesalahan penggunaan bahasa menghambat proses komunikasi. Gagasan yang dikemukakan penulis tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh pembaca. Dalam konteks pengajaran bahasa, kesalahan penggunaan bahasa dalam proses pembalajaran dapat mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh karena itu, kesalahan bahasa yang sering dibuat siswa harus dikurangi dan kalau dapat dihilangkan sama sekali.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau mengatasi kesalahan tersebut adalah dengan mengadakan analisis kesalahan penggunaan bahasa (dalam hal ini ejaan dan kata baku) oleh siswa. Dengan analisis itu, dapat diketahui dipahami kesalahan-kesalahanya. Hal ini dapat digunakan sebagai umpan balik dalam proses pembelajaran berikutnya.
Atas kenyataan dan pendapat akan pentingnya kegiatan mengarang dan masih banyaknya ketidaksesuaian dalam penulisan maupun penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar pada siswa, maka penulis memfokuskan penelitian ini mengenai kesalahan berbahasa pada karangan siswa. Dengan pertimbangan tersebut, maka penulis mengangkat judul “Kesalahan Berbahasa pada Karangan Narasi Siswa Kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang Tahun Ajaran 2011/2012”.

C.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah wujud kesalahan berbahasa pada karangan narasi siswa kelas VII D SMP Negei 26 Semarang tahun ajaran 2011/2012?

D.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah Mendeskripsikan wujud kesalahan berbahasa pada karangan narasi siswa kelas VII D SMP Negei 26 Semarang tahun ajaran 2011/2012.


E.       Manfaat Penelitian
1.      Manfaat teoritis
Untuk menambah pengetahuan tentang kesalahan berbahasa pada karangan narasi mata pelajaran bahasa Indonesia dalam Ilmu Analisis Kesalahan Berbahasa.

2.      Manfaat praktis
Dilihat dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kesalahan berbahasa yang digunakan untuk membuat karangan narasi dan mengetahui dampak kesalahan berbahasa terhadap kejelasan makna studi kasus kelas VII D SMP Negei 26 Semarang tahun ajaran 2011/2012.

F.       Penegasan Istilah
Penegasan istilah disini adalah penegasan istilah-istilah agar tidak terjadi kesalahpahaman istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka perlu adanya penegasan istilah. Istilah-istilah yang ada dalam penelitian ini adalah kesalahan berbahasa, karangan, deskrisi dan siswa kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang.
1.      Kesalahan berbahasa
Penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia (Setyawati, 2010: 15).
2.      Karangan
Mengarang adalah kegiatan yang kompleks. Mengarang dapat kita pahami sebagai “keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan penyampaian melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami secara tetap seperti dimaksud oleh pengarang (Widyamarta, 2002: 12). Sebuah karangan disusun dari hasil pemilihan kata-kata yang sesuai atau tepat menjadi kalimat yang dikehendaki, untuk menuangkan ide atau gagasan sehingga menjadi suatu cerita karangan yang baik. Bahasa juga menciptakan suara bagi yang boleh bicara, apa yang boleh dikatakan, apa dan siapa yang dihargai.

3.      Siswa Kelas VII D SMP Negeri 2 Semarang.
Siswa Kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang yang dimaksud adalah siswa yang duduk di kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang tahun ajaran 2011/2012.

G.      Metode Penelitian
1.            Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu yakni melibatkan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelas eksperimen menggunakan contoh teks narasi dan kelas kontrol tanpa menggunakan contoh teks narasi.
2.      Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan jenis quasi eksperimen, disebut quasi eksperimen karena dalam penelitian ini, siswa tidak di isolasi atau karangtina, sehingga masih ada pengaruh dari lingkungan. Adapun desain penelitian menggunakan desain statis dengan dua kelompok (Purnomo, 2009). Dua kelompok yang dimaksud adalah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Adapun desain penelitian ini dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel l. Desain penelitian
Kelompok
Treatment
Protest
Eksperimen
XI
T
Kontrol
X2
T



Keterangan:
Xl      =   Efektivitas pengajaran ketrampilan menulis karangan narasi dengan contoh teks narasi
X2     =   Efektivitas pengajaran ketrampilan menulis karangan narasi tanpa menggunakan contoh teks narasi
T       =   Tes akhir

3.      Objek Penelitian
a.       Objek Penelitian
1)      Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang akan meneliti semua elemen yang berada dalam wilayah penelitian, maka penelitian itu disebut penelitian populasi (Arikunto, 2007: 103). Populasi di dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII D di SMP Negeri 26 Semarang. Populasi dalam kelas SMP Negeri 26 Semarang adalah sebanyak:
Kelas    Jumlah siswa
VIII1        30 siswa
VIII2        30 siswa
Jumlah    60 siswa
2)      Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan. karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010: 8l).
Jika subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara l0 - 15% atau 20 - 25% atau lebih (Arikunto, 2006: 134). Maka dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah 20%. Karena jumlah populasi dalam penelitian ini kurang dari 100, maka peneliti mengambil semua populasi sebagai sampel.

4.      Variabel Penelitian
a.       Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010: 39).
Yang dimaksud dengan menulis disini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 26 Semarang.

b.      Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 20l0: 39).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karangan deskripsi. Peningkatan yang diharapkan adalah siswa mampu menulis karangan deskripsi.

5.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur kemampuan menulis karangan deskripsi sebelum dan sesudah menggunakan contoh teks deskripsi adalah teknik tes, observasi dan dokumentasi.
a.       Teknik Tes
Langkah-langkah pembelajaran dalam menulis karangan deskripsi dengan contoh teks deskripsi sebagai media pembelajaran adalah dengan pembelajaran diawali dengan apersepsi dan motivasi kepada siswa dalam memotivasi, guru berupaya dengan senang hati agar tercipta suasana belajar yang kondusif. Guru melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan karangan deskripsi dan aspek-aspek dalam menulis.
Tabel 3. Skor Penilaian Kemampuan Berbicara
No
Indikator
Diskriptor
Skor
1







Isi Gagasan
1.      Isi gagasan jelas tidak terpengaruh gagasan lain, intonasi tepat
2.      Tidak ada kesalahan yang berarti dalam gagasan siswa
3.      Terdapat sedikit kesalahan, tetapi secara keseluruhan masih dapat diterima
4.      Kesalahan agar sering dan terganggu
4

3

2


1
2
Organisasi Isi
1.      Organisasiisi tepat, dan bervariasi sesuai situasi kondisi dan status pendengar
2.      Organsasi isi sudah tepat dan bervariasi, hanya sekali-kali ada kata yang kurang cocok
3.      Cukup baik, hanya kurang bervariasi
4.      Penggunaan kata yang tidak tepat agak banyak
4


3


2
1
3
Gramatikal
1.      Stuktur bahasa sangat cermat sesuai kaidah yang berlaku
2.      Struktur bahasa pada umumnya sudah cermat, tidak ditemui penyimpangan yang dianggap merusak bahasa
3.      Ada beberapa kata kesalahan tetapi tidak merusak bahasa
4.      Cukup banyak kesalahan yang mencerminkan ketidakcermatan yang dapat dianggap merusak bahasa.
4

3



2

1
4
Kosakata
1.      Sangat baik
2.      Mendekati sempurna
3.      Cukup baik, tetapi tidak bias dianggap sempurna
4.      Banyak ketidaksesuaian dalam kosakata
4
3
2

1
5
Ejaan dan tanda baca
1.      Isi sangat sesuai dengan topik sehingga benar-benar mewakili topic
2.      Ada sedikit yang tidak cocok tetapi tidak mengganggu
3.      Masih ada yang tidak cocok, tetapi tidak mengganggu
4.      Banyak yang tidak cocok hingga kesannya tidak berhubungan
4

3

2

1

Jumlah maksimal
20

Skor =
Keterangan :
n =  Jumlah skor
N = Jumlah skor maksimal

b.      Observasi
Penelitian ini menggunakan instrumen pedoman observasi. Dalam pengambilan data-data aspek yang diobservasi adalah penulisan teks deskripsi di kelas. Dalam melaksanakan observasi ini dilakukan untuk mendapatkan daftar nama siswa dan foto pada waktu pelaksanaan penelitian, yaitu untuk mengetahui nama siswa kelas VII SMP Negeri 26 Semarang tahun ajaran 2011/2012.
Tabel 2. Pedoman Kemampuan Menulis
No
Kategori
Rentang Nilai
Frekuensi
Jumlah Skor
%
1
Sangat Baik
83 – 100



2
Baik
75 – 82



3
Cukup
60 – 74



4
Kurang
0 -59




Jumlah





Rata-rata







E.     Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah uji kenormalan sampel, uji homogenitas dan uji hipotesis.
1.      Uji Kenormalan Sampel
Untuk mengetahui normalitas sampel dari populasi yang ada digunakan uji kenormalan secara nom emparatrik yaitu liliefors.
Misalkan sampel acak tersebut akan menguji hipotesis nol bahwa sampel tersebut berasal dari populasi berdistribusi normal dengan hipotesis tandingan bahwa distribusi tidak normal. Untuk menguji hipotesis nol tersebut kita tempuh sebagai berikut:
a.       Pengamatan X1, X2, … Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, ... Zn dengan menggunakan rumus :
(X dan s masing-masing merupakan rata-rata dan simpangan baku sampel).
b.      Untuk tiap bilangan baku ini digunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Z1) = (Z S Z1).
c.       Selanjutnya dihitung proposal Z1, Z2, .. Z yang lebih kecil atau sama dengan Z1 jika proporsi ini dinyatakan oleh S (Z1) maka
S(Z­1) =
d.      Hitunglah selisih F (Z1-Zn) kemudian harga mutlaknya
e.       Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut sebutlah harga terbesar ini Lo.
2.      Uji Homogenitas Sampel
Menurut Arikunto (2007: 318) uji homogenitas bertujuan apakah data yang diperoleh adalah homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas sampel digunakan tes Bartlet sebagai berikut:

Tabel 1.
Harga-harga yang Diperlukan untuk Uji Homogenitas
Kelompok sampel dan Tes Bartlet
Sampel Ke

Derajat Kebebasan
Log
(dk) log
1
n1-1
1/( n1-1)
Log
( n1-1) Log
2
n1-1
1/( n1-1)
Log
( n1-1) Log
Jumlah
Σ(n1-1)
-
-
Σ( n1-1) Log

Selanjutnya harga-harga yang perlu dicari adalah:
a.       Variansi gabungan dari semua sampel
=  Σ(n-1)/ (n1-1)
b.      Harga satuan B dengan rumus:
B = (Log ) Σ(n1-1)
c.       x2 = ln l0 {B - Σ(n1-1) log }
Dimana : In l0 : 2,3026, merupakan bilangan tetap yang disebut logaritma asli daripada bilangan 10.
d.      Menghitung harga Chi-kuadrat (X) dengan rumus:
x2 = 2,3026 x {B - Σ(n1-1) log }
Hasil perhitungan tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai xtabel dengan taraf signifikan 5% dengan dkpembilang = (n2 - l) dan penyebut = (n1 -l). Jika x2 hitung < x2tabel, maka varian-varian adalah homogen.

3.      Uji Hipotesis
Uji hipotesis ini digunakan untuk mengetahui perbedaan ketrampilan menulis deskripsi pada kelas eksperimen dan kelas control dengan mempergunakan rumus
Dimana
S12 atau S22 dapat dicari dengan rumus.
; atau
Hipotesis:
Dengan α = 5% dan dk = n1 + n2 - 2. Ho diterima jika thitung < ttabel dengan ttabel = t(1-α) (n1 -1). Keadaan lain Ho ditolak.
Keterangan:
S      =   simpangan baku
S12    =   varians nilai kelompok eksperimen
S22    =   varians nilai kelompok kontrol
    =    nilai rata-rata kelompok eksperimen
   =    nilai rata-rata kelompok control
n1       =   banyaknya kelompok eksperimen
n2   =             banyaknya kelompok control

H.      Landasan Teori
1.      Pengertian Menulis
Menulis adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide, gagasan, ilmu, dan pengetahuan dalam bentuk bahasa tulis.
Akhadiah (2002: 9) mengungkapkan  bahwa menulis adalah suatu ragam komunikasi yang perlu dilengkapi dengan alat-alat penjelas serta aturan ejaan dan tanda baca, menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat dengan tulisan-tulisan (Tim Prima Pena, 2001: 774).
Mengarang adalah kegiatan yang kompleks. Mengarang dapat kita pahami sebagai “keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan penyampaian melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami secara tetap seperti dimaksud oleh pengarang (Widyamarta, 2002: 12). Sebuah karangan disusun dari hasil pemilihan kata-kata yang sesuai atau tepat menjadi kalimat yang dikehendaki, untuk menuangkan ide atau gagasan sehingga menjadi suatu cerita karangan yang baik. Bahasa juga menciptakan suara bagi yang boleh bicara, apa yang boleh dikatakan, apa dan siapa yang dihargai.
Harefa (2003: 3) menulis atau mengarang sebagai kemampuan memahami diri sendiri dan mengeluarkan secara tertulis, atau mengorganisasikan ide menjadi rangkaian yang logis dalam tulisan. Pilihan kata adalah seleksi kata untuk mengekspresikan ide, gagasan atau perasaan. Pemilihan kata yang baik adalah pemilihan kata-kata yang efktif dan tepat didalam makna, serta sesuai dengan pokok masalah dalam sebuah karangan.

2.      Jenis Karangan
a)      Narasi
Narasi adalah jenis karangan yang bertujuan untuk menceritakan suatu pokok persoalan (Arifin, 200: 128).
                   Contoh :              
Malam itu ayah kelihatan marah. Aku sama sekali dilarang berteman dengan syariul. Bahkan, ayah mengatakan bahwa aku akan diantar dan dijemput kesekolah. Itu semua gara-gara Slamet yang telah memperkenalkan aku dengan Situ (Perera dalam Arifin, 2000: 128).
b)      Deskripsi
Deskripsi adalah bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau suatu hal sehingga objek itu seolah-olah berada di depan mata pembaca dan seakan-akan melihat sendiri objek itu (Arifin, 2000: 128).
Contoh :
Begitu pintu ruangan itu terbuka bau anyir mulai menyebar keseluruh penjuru. Bau anyir tak ubahnya seperti darah yang mongering.
Ruangan itu tak begitu luas, kira-kira hanya tiga kali empat meter persegi. Tepat di sudut ruangan bale-bale tua. Di atas selembar tikar pandan dengan bekas darah yang telah mongering. mungkin darah manusia. Semakin dekat bau itu semakin menusuk hidung. Tak jauh dari bale-bale sepasang meja dan kursi tampak berserakan. Tak ada sebentuk benda di atasnya.
Atap ruangan itu tampak tak terawat. Plafon triplek tua mulai mengelupas dan keropos akibat tiris air hujan. Bercak hitam memenuhi atap ruangan, menambah dan pengap ruangan ini. Sarang laba-laba teranyam bagai rajutan benang tak teratur.
Dinding-dinding ruangan dihiasi warna kusam cat yang mulai mengelupas. Hanya tulisan arang tebal yang masih tersisa. “Hanya sebuah kematian”.
Tidak ada benda lain di ruangan itu. Hanya tangkai sapu yang tergeletak di sela-sela debu yang mulai menebal. Benar-benar ruangan ini telah kosong (Sukino, 2010: 64-65).
c)      Eksposisi
Eksposisi adalah jenis karangan yang bertujuan menerangkan suatu pokok masalah atau pikiran yang dapat memperluas pengetahuan seseorang atau pembaca. Untuk mempertegas masalah yang disampaikan, biasanya dilengkapi dengan data-data kesaksian, seperti gambar, dan statistik (Arifin, 2000: 192).
Contoh :
Pasar Tanah Abang adalah pasar yang kompleks. Di lantai dasar terdapat Sembilan puluh kios penjual kain dasar. Setiap hari rata-rata terjual tiga ratus meter untuk setiap kios. Setiap hari banyak para penjual yang menawarkan dagangannya ke pembeli. Dari data ini dapat diperkirakan berapa besarnya uang yang masuk ke kas DKI dari Pasar Tanah Abang (Arifin, 2000: 129).
d)     Argumentasi
Argumentasi adalah karangan atau ide yang berisi gagasan yang dilengkapi bukti-bukti kesaksian yang dijalin menurut penalaran yang kritis dan logis dengan tujuan mempengaruhi atau meyakinkan pembaca untuk menyataakn persetujuannya (Arifin, 2000: 129).

       Contoh :
Dua tahun terakhir, terhitung sejak Boeing B-737 milik maskapai penerbangan Aloha Airlines celaka, isu pesawat tua mencuat kepermukaan. Ini bisa dimaklumi sebab pesawat yang badannya koyak sepanjang 4 meter itu sudah dioperasikan lebih dari 19 tahun. Oleh karena itu, cukup beralasan jika orang menjadi cemas terbang dengan pesawat berusia tua. Di Indonesia, yang menggetkan, lebih dari 60% pesawat yang beroprasi dengan pesawat tua. Amankah ? Kalau memang aman, lalu bagaimana cara merawatnya dan berapa biayanya sehingga ia tetap nyaman dinaiki ? (Arifin, 2000:129-130).

3.      Jenis Kesalahan Berbahasa
Penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia (Setyawati, 2010: 15).
Menurut Tarigan (1996/1997 : 48), kesalahan berbahasa dalam bahasa Indonesia berdasarkan tataran linguistic, kesalahan berbahaa dapat diklasifikasikan menjadi: kesalahan berhahasa dibidang fonologi, morfologi, sintaksis, (frasa, klausa, kalimat), semantic, dan wacana.
Beberapa gambaran pelafalan yang meliputi :
A.  Kesalahan Pelafalan Karena Perubahan Fonem
Terdapat banyak contoh kesalahan pelafalan karena pelafalan fonem-fonem tertentu berubah atau tidak diucapkan sesuai kaidah.


Di antara contoh kesalahan tersebut adalah sebagai berikut :
a)      Perubahan Fonem Vokal
(1)       Fonem / a / dilafalkan menjadi / ê /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
akta                                        aktê
dapat                                                 dapêt

(2)       Fonem / a / dilafalkan menjadi / i /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
mayat                                     mayit
moral                                     moril

(3)       Fonem / a / dilafalkan menjadi / o /
  Misal:
        Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
  musala                                   musola
  salat                                       solat
 
(4)       Fonem / ê / dilafalkan menjadi / a /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
pecêl                                      pecal
ritmê                                      ritma

(5)       Fonem / é / dilafalkan menjadi / i /
Misal:
                          Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
magnet                                   magnit
rél                                          ril

(6)     Fonem  / i / dilafalkan menjadi / é /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
bioskop                                  bioskup
pistol                                      pistul

(7)       Fonem  / o / dilafalkan menjadi / u /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
bioskop                                  bioskup
pistol                                      pistul

(8)       Fonem  / u / dilafalkan menjadi / ê /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
fokus                                                 fokês
plus                                        plês

(9)       Fonem  / u / dilafalkan menjadi / o /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
saus                                        saos
ubah                                       obah


b)     Perubahan Fonem Konsonan
(1)       Fonem / b / dilafalkan menjadi / p /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
nasib                                      nasip
wajib                                      wajip

(2)   Fonem / d / dilafalkan menjadi / t /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
masjid                                    masjit
murid                                     murit

(3)       Fonem / f / dilafalkan menjadi / p /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
nafsu                                      napsu
paraf                                      parap

(4)   Fonem / g / dilafalkan menjadi / j /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
dirigen                                   dirijen
religious                                 relijius

(5)   Fonem / g / dilafalkan menjadi / h /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
pragmatis                               prahmatis
magnet                                   mahnet

(6)       Fonem / j / dilafalkan menjadi / g /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
manajer                                  manager
manajemen                            managemen

(7)          Fonem / j / dilafalkan menjadi / y /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
objek                                      obyek
subjek                                    subyek

(8)   Fonem / k / dilafalkan menjadi / c /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
maskulin                                masculin
vokal                                      vocal

(9)   Fonem / k / dilafalkan menjadi / h /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
teknik                                    tehnik
teknologi                               tehnologi

(10)   Fonem / n / dilafalkan menjadi / ng /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
ransel                                     rangsel
tanker                                                tangker


(11)   Fonem / p / dilafalkan menjadi / f /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
napas                                     nafas
paham                                    faham

(12)   Fonem / q / dilafalkan menjadi / k /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku 
musabaqah                             musabakah
quran                                     kuran

(13)   Fonem / s / dilafalkan menjadi / t /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku 
rasio                                       ratio
rasional                                  rational

(14)   Fonem / v / dilafalkan menjadi / f /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku  
motivasi                                 motifasi
vakum                                    fakum

(15)   Fonem / v / dilafalkan menjadi / p /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
november                               nopember
vitamin                                  pitamin


(16)   Fonem / y / dilafalkan menjadi / j /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
proyek                                   projek
yuridis                                   juridis

(17)   Fonem / z / dilafalkan menjadi / d /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
Nazar                                     nadir
Mubazir                                 mubadir

(18)   Fonem / z / dilafalkan menjadi / j /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
izin                                         ijin
rezeki                                     rejeki

(19)   Fonem / z / dilafalkan menjadi / s /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
ozon                                       oson
zat                                          sat

(20)   Fonem / z / dilafalkan menjadi / y /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
nuzul                                     nuyul
zamrud                                  yamrud

(21)   Fonem / k / dilafalkan menjadi konsonan ain ( yang dilambangkanËŠ )
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
makna                                    maËŠna
makmur                                 maËŠmur

c)        Perubahan Fonem Vokal menjadi Fonem Konsonan
Misal:
Lafal Baku                                  Lafal Tidak Baku
kualitas                                         kwalitas
miliar                                            milyar

d)     Perubahan Fonem Konsonan menjadi Fonem Vokal
Misal:
Lafal Baku                                  Lafal Tidak Baku
madya                                           madia
satwa                                            satua

e)      Perubahan Fonem Vokal menjadi Fonem Konsonan
Misal:
Singkatan            Lafal Baku                 Lafal Tidak Baku
a.n.                        atas nama                    a en
Sdr.                       saudara                        es de er

                 Ada ketentuas khusus bahwa singkatan bahasa asing yang berbentuk akronim ( singkatan yang di eja seperti kata ) dan bersifat internasional tidak dilafalkan seperti lafal Indonesia, tetapi singkatan itu tetap dilafalkan seperti aslinya.


Misal:
Singkatan            Lafal Baku                 Lafal Tidak Baku
UNESCO             yu nes ko                     u nes tjo
UNICEF              yu ni syef                    u ni tjef


B.     Kesalahan Pelafalan Karena Penghilangan Fonem
a)      Penghilangan Fonem Vokal
(1)    Penghilang fonem / a /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
pena                                       pen
parabola                                 parabol

(2)       Penghilang fonem / e /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
sutera                                     sutra
serampil                                 trampil

(3)    Penghilang fonem / u /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
sirkuit                                    sirkit
supporter                               sporter

b)      Penghilangan Fonem Konsonan
(1)   Penghilang fonem / h /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
      bodoh                                                bodo
hilang                                     ilang

(2)    Penghilang fonem / k /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
takbir                                     tabir
teknisi                                    tenisi

(3)    Penghilang Fonem / s /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
ons                                         on
spons                                     spon

(4)    Penghilang fonem / t /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
sport                                      spor
partner                                   parner

(5)    Penghilang fonem / w /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
ruwet                                     ruet
wujud                                                ujud

c)      Penghilangan Fonem Vokal Rangkap menjadi Vokal Tunggal
(1)        Fonem / ai / dilafalkan menjadi / e /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
andai                                      ande
pantai                                     pante
(2)        Fonem / au / dilafalkan menjadi / o /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
danau                                     dano
kerbau                                    kerbo
d)     Penghilangan Deret Vokal menjadi Vokal Tunggal
(1)    Deret vokal / ei / dilafalkan menjadi / e /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
pleido                                                pledoi
survei                                     surve
                       
(2)    Deret vokal / eu / dilafalkan menjadi / e /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
neutron                                  netron
neurologi                               nerologi

(3)    Deret vokal / ie / dilafalkan menjadi / i /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
suplier                                    suplir
sarietas                                   varitas 

e)      Penghilangan Gugus Konsonan
(1)        Penghilangan gugus konsonan / kh /  menjadi / h /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
makhluk                                mahluk
takhta                                                tahta

(2)        Penghilangan gugus konsonan / kh /  menjadi / k /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
ukhuwah                                ukuwah
nakhoda                                 nakoda

(3)       Penghilangan gugus konsonan / ks /  menjadi / k /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
matriks                                   matrik
seks                                        sek

(4)   Penghilangan gugus konsonan / sy /  menjadi / s /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
Masyarakat                            masarakat
Musyrik                                 musrik

A.     Kesalahan Pelafalan Karena Penambahan Fonem
a)      Penambahan Fonem Vokal
(1)   Penambahan fonem / a /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
narkotik                                 narkotika
rohaniwan                              rohaniawan

(2)   Penambahan fonem / e /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
mantra                                   mantera
mantra                                   manteri
b)      Penambahan Fonem Konsonan
(1)        Pemanbahan fonem / d /
Misal:
Lafal Baku                                    Lafal Tidak Baku
stan                                     stand
standar                                standard

(2)        Pemanbahan fonem / h /
Misal:
Lafal Baku                                    Lafal Tidak Baku
wudu                                   wudhu
silakan                                 silahkan

(3)        Pemanbahan fonem / n /
Misal:
Lafal Baku                                    Lafal Tidak Baku
sajak                                    sanjak
pijak                                    pinjak

(4)        Pemanbahan fonem / ng /
Misal:
Lafal Baku                                    Lafal Tidak Baku
semakin                               semangkin
gombong                             ngombong

(5)        Pemanbahan fonem / r /
Misal:
Lafal Baku                                    Lafal Tidak Baku
peduli                                  perduli
ubah                                                rubah

(6)        Pemanbahan fonem / s /
Misal:
Lafal Baku                                    Lafal Tidak Baku
triplek                                  tripleks
traktor                                 trakstor

(7)        Pemanbahan fonem / t /
Misal:
Lafal Baku                                    Lafal Tidak Baku
sadis                                    sadist
transpor                               transport
                       
(8)        Pemanbahan fonem / w /
Misal:
Lafal Baku                                    Lafal Tidak Baku
dua                                      duwa
tua                                       tuwa

(9)        Pemanbahan fonem / y /
Misal:
Lafal Baku                                    Lafal Tidak Baku
piama                                  piyama
satria                                   satriya

(10)      Pemanbahan  ain (yang dilambangkan ËŠ)
Misal:
Lafal Baku                                    Lafal Tidak Baku
jumat                                               jumËŠat
maaf                                                maËŠaf


c)      Pembentukan Deret Vokal
a.         Pembentukan deret vokal / ai / dari vokal / e /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
primer                                    primair
sekunder                                sekundair

b.      Pembentukan deret vokal / ou / dari vokal / u /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
misterius                                misterious
turis                                       touris

c.       Pembentukan deret vokal / oo / dari vokal / o /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
monoton                                monotoon
ozon                                       ozoon

d)     Pembentukan Gabungan atau Gugus Konsonan dari Fonem Konsonan Tunggal
(1)   Pembentukan gabungan atau gugus konsonan / dh /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
sandiwara                              sandhiwara
weda                                      wedha

(2)   Pembentukan gabungan atau gugus konsonan / kh /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
mekanik                                 mekhanik
muhrim                                  mukhrim

(3)   Pembentukan gabungan atau gugus konsonan / ss /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
masa                                      massa
misi                                        missi
                       
(4)   Pembentukan gabungan atau gugus konsonan / sy /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
sah                                         syah
setan                                      syaitan

(5)   Pembentukan gabungan atau gugus konsonan / dz /
Misal:
Lafal Baku                           Lafal Tidak Baku
zikir                                       dzikir
uzur                                       udzur

a)        Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi
Menurut pernyataan Setyawati (2010:49) morfologi adalah ragam tulis maupun ragam lisan dapat terjadi kesalahan berbahasa dalam pembentukan kata. Kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi disebabkan oleh berbagai hal. Klasifikasi kesalahan berbahasa dalam tatatran morfologi antara lain : (a) penghilangan afiks, (b) bunyi yang seharusnya luluh tetapi tidak di luluhkan, (c) peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh, (d) penggantian morf, (e) penyingkatan morf mem, men-, meng-, meny-, dan menge-, (f) pemakaian afiks yang tidak tepat, (g) penentuan bentuk dasar yang tidak tepat, (h) penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata, dan (i) pengulangan kata majaemuk yang tidak tepat.
1)        Penghilangan afiks
a)      Penghilangan prefiks meng-
Bentuk Tidak Baku
(1)     Bunga mawar dan bunga matahari pamerkan keelokan mahkota mereka.
(2)     Kau katakan juga hal ini kepada tuan Bahtiar?

Bentuk Baku
(1)     Bunga mawar dan bunga matahari memamerkan keelokan mahkota mereka.
(2)     Kau mengatakan juga hal ini kepada tuan Bahtiar?

b)   Penghilangan prefiks ber-
Bentuk Tidak Baku
(1)     Pendapat bapakku beda dengan pendapat pamanku.
(2)     Mari kita ke tirta bening, kita renang disana!

Bentuk Baku
(1)     Pendapat bapakku berbeda dengan pendapat pamanku.
(2)     Mari kita ke tirta bening, kita berenang disana!

2)        Bunyi yang seharusnya luluh tidak diluluhkan
Sering kita jumpai kata dasar yang berfonem awal /k/, /p/, /s/, atau /t/ tidak luluh jika mendapat prefiks meng- atau peng-.
Misalnya:
Bentuk Tidak Baku
a)        Kita harus ikut serta mensukseskan pilkada bulan april 2010.
b)        Beberpa mahasiswa diberi sanksi karena tidak mentaati peraturan kampus. 

Bentuk Baku
a)        Kita harus ikut serta menyukseskan pilkada bulan april 2010.
b)        Beberpa mahasiswa diberi sanksi karena tidak menaati peraturan kampus. 

3)        Peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh
a)        Peluluhan bunyi /c/ yang tidak tepat
Bentuk Tidak Baku
(1)   Rama sudah lama menyintai sinta.
(2)   Jangan suka  menyontoh pekerjaan orang lain!
Bentuk Baku
(1)   Rama sudah lama mencintai sinta.
(2)   Jangan suka  mencontoh pekerjaan orang lain! 

b)      Peluluhan bunyi-bunyi gugus konsonan yang tidak tepat
Gugus konsonan /pr/, /st/, /sk/, /tr/, /sp/, dan /kl/ pada awal kata dasar tidak luluh jika dilekati prefiks meng-.
Bentuk Tidak Baku
(1)   Pabrik itu setiap bulan dapat memroduksi 800 ribu baju.
(2)   Olimpic menyeponsori acara bedah rumah di RCTI.
Bentuk Baku
(1)   Pabrik itu setiap bulan dapat memproduksi 800 ribu baju.
(2)   Olimpic mensponsori acara bedah rumah di RCTI.

4)        Penggantian morf
a)      Morf menge- tergantikan morf lain
Perfiks meng- akan beralomorf menjadi menge- jika perfiks tersebut melekat pada kata asar bersuku satu. Demikian juga jika kata dasar itu diberi perfiks per- atau per-/-an akan menjadi penge- atau penge-/-an.
Misalnya:
Bentuk Tidak Baku
(1)    Siapa yang tadi pagi melap kaca mobilku?
(2)    Dewan Perwakilan Rakyat sudah mensahkan Undang-undang Perpajakan.
Bentuk Baku
(1)   Siapa yang tadi pagi mengelap kaca mobilku?
(2)   Dewan Perwakilan Rakyat sudah mengesahkan Undang-undang Perpajakan.
b)      Morf be- tergantikan morf ber-
Perfiks ber- jika melekat pada kata dasar berfonem awal /r/ dan melekat pada kata dasar yang suku kata pertamanya berakhir dengan atau mengandung unsur /er/ akan beralomorf menjadi be-.
Misalnya:
Bentuk Tidak Baku
(1)   Bintang-bintang yang berkerlip di langit membuat malam semakin indah.
(2)   Deden sehari berkerja selama delapan jam, dari pukul 08.00 s.d. pukul 16.00.
Bentuk Baku
(1)   Bintang-bintang yang bekerlip di langit membuat malam semakin indah.
(2)   Deden sehari bekerja selama delapan jam, dari pukul 08.00 s.d. pukul 16.00.
c)      Morf bel- tergantikan morf ber-
Misalnya:
Bentuk Tidak Baku
(1)   Berajar tugas utamamu, bukan hanya bermain saja!
(2)   Saudara-saudara diizinkan duduk berunjur jika merasa kakinya kesemutan.
Bentuk Baku
(1)   Belajar tugas utamamu, bukan hanya bermain saja!
(2)   Saudara-saudara diizinkan duduk belunjur jika merasa kakinya kesemutan.
d)     Morf pel- yang tergantikan morf per-
Morfem per- akan beralomorf menjadi pel- jika bergabung dengan kata dasar ajar.
Misalnya:
Bentuk Tidak Baku
(1)   Perajaran akan segera dimulai, siapkan bukunya!
(2)   Dewi menjadi perajar teladan tahun ini.
Bentuk Baku
(1)   Pelajaran akan segera dimulai, siapkan bukunya!
(2)   Dewi menjadi pelajar teladan tahun ini.
e)      Morf pe- yang tergantikan morf per-
Morfem per- jika melekat pada kata dasar yang suku kata pertamanya berakhir dengan atau mengandung /er/ maka alomorfnya adalah per- bukan per-.
Misalnya:
Bentuk Tidak Baku
(1)   Banyak lalat yang beterbangan di sekitar kita berasal dari perternakan milik pak Tahir.
(2)   Perserta cerdas cermat sudah mempersiapkan diri di ruang lomba.
Bentuk Baku
(1)   Banyak lalat yang beterbangan di sekitar kita berasal dari peternakan milik pak Tahir.
(2)   Peserta cerdas cermat sudah mempersiapkan diri di ruang lomba.

f)    Morf te- tergantikan morf ter-
Morfem ter- akan beralomorf menjadi te- jika bertemu dengan kata dasar bermorfem awal /r/ dan melekat pada kata dasar yang suku kata pertamanya mengandung unsur [er].
Misalnya:
Bentuk tidak baku
(1)   Jangan mudah terperdaya rayuan setan.
(2)   Adikku menangis tersedu-sedu karena baju barunya terpercik tinta.
Bentuk baku
(1)   Jangan mudah teperdaya rayuan setan.
(2)   Adikku menangis tersedu-sedu karena baju barunya tepercik tinta.
5)        Penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny- dan menge-
Alomorf perfiks meng- adalah me-, mem-, men-, meng-, meny- dan menge-. Karena pengaruh bahasa daerah, pemakai bahasa sering menyingkat morf mem-, men-, meng-, meny- dan menge- menjadi m-, n-, ng-, ny-, nge-.
Misalnya:
Bentuk tidak baku
a)      Kakak ngelap kaca itu dengan kain basah.
b)      Setip bulan Astuti mendapatkan tawaran nari di Sanggar Ketut Jelantik.
Bentuk baku
a)      Kakak mengelap kaca itu dengan kain basah.
b)      Setip bulan Astuti mendapatkan tawaran menari di Sanggar Ketut Jelantik.
6)        Penyusunan afiks yang tidak tepat
a)        Penggunaan perfiks ke-
Bentuk tidak baku
(1)      Jangan keburu nafsu, kamu harus bicara dengan tenang.
(2)      Beberapa rumah di pemukiman itu musnah kebakar malam tadi.
Bentuk baku
(1)      Jangan terburu nafsu, kamu harus bicara dengan tenang.
(2)      Beberapa rumah di pemukiman itu musnah terbakar malam tadi.
b)        Penggunaan sufiks –if
Bentuk tidak baku
(1)      Ijazah beberapa mahasiswa belum dilegalisir oleh Dekan.
(2)      Soekarno-hatta yang memproklamirkan Negara Repulik Indonesia.
Bentuk baku
(1)      Ijazah beberapa mahasiswa belum dilegalisasi oleh Dekan.
(2)      Soekarno-hatta yang memproklamasikan Negara Repulik Indonesia.
c)      Penggunaan sufiks -asasi
Sufiks –asasi yang digunakan dalam bahasa Indonesia berasal dari –isatie (belanda) atau -ization (inggris). Unsur itu sebenarnya tidak diserap secara tidak diserap secara terpisah atau tersendiri ke dalam bahasa Indonesia, tetapi unsur itu ada di dalam pemakaian bahasa Indonesia karena diserap bersama-sama dengan bentuk dasar yang diletakinya. Para pemakai bahasa tampaknya kurang menyadari keadaan itu. Pada umumnya, pemakai bahasa tetap beranggapan bahwa –isasi merupakan sufiks yang dapat digunakan dalam bahasa Indonesia (setyawati, 2010: 65).
Bentuk tidak baku
(1)      Neonisasi jalan-jalan protocol di ibu kota sudah selesai.
(2)      Turinisasi dianjurkan di desa itu untuk menghijaukan pematang-pematang sawah atau tegalan.
Bentuk baku
(1)      peneonan jalan-jalan protocol di ibu kota sudah selesai.
(2)      perturian dianjurkan di desa itu untuk menghijaukan pematang-pematang sawah atau tegalan.
7)        Penentuan bentuk dasar yang tidak tepat
a)      Pembentukan kata dengan konfiks di-…-kan
Bentuk tidak baku
(1)       Telah diketemukan sebuah STNK di ruang parkir, yang merasa kehilangan harap mengambilnya di seksi keamanan dengan menunjukan identitas.
(2)       Jika sudah selesai mengerjakan, lembar jawaban dapat dikesayakan.
Bentuk baku
(1)     Telah ditemukan sebuah STNK di ruang parkir, yang merasa kehilangan harap mengambilnya di seksi keamanan dengan menunjukan identitas.
(2) Jika sudah selesai mengerjakan, lembar jawaban dapat
  diserahkan kepada saya.
b)      Pembentukan kata dengan perfiks meng-
Perfiks meng- yang melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal vokal /u/ alomorfnya menjadi meng-. Perfiks meng- yang melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /p/ beralomorf menjadi mem-, sedangkan perfiks meng- yang melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /t/ beralomorf menjadi men-.
Bentuk tidak baku
(1)     Anda harus merubah sikap anda yang kurang terpuji itu!
(2)     Kakak berusaha merinci pendapatannya bulan yang lalu.
Bentuk baku
(1)     Anda harus merubah sikap anda yang kurang terpuji itu!
(2)   Kakak berusaha merinci pendapatannya bulan yang lalu.

c)      Pembentukan kata dengan sufiks –wan
Bentuk tidak baku
(1)     Beberapa ilmiawan dari berbagai disiplin ilmu menghadiri seminar.
(2)     Untuk membina mental generasi muda diperlukan peranan aktif para rohaniawan.

Bentuk baku
(1)     Beberapa ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu menghadiri seminar.
(2)     Untuk membina mental generasi muda diperlukan peranan aktif para rohaniwan.
8)        Penampatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata
Bentuk tidak baku
(1)   Bagian yang dianggap penting sebaiknya digarisi bawah.
(2)   Orang yang suka bersedekah akan dilipatkan ganda rezekinya.
Bentuk baku
(1)   Bagian yang dianggap penting sebaiknya digarisbawahi.
(2)   Orang yang suka bersedekah akan dilipatgandakan rezekinya.
9)        Pengulangan kata majemuk yang tidak tepat
Kata majemuk merupakan gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal dan semantic yang khusus menurut ksidah bahasa yang bersangkutan (tim penyusun kamus, 1996: 452). Gabungan morfem dasar tersebut ada yang sudah berpadu benar dan aa pula yang dalam proses berpadu secara lengkap atau utuh. Kata majemuk yang sudah dianggap berpadu benar jika diulang, pengulanganya berlaku seluruhnya. Kata majemuk yang belum berpadu benar dalam penulisanya masih berpisah jika diulang sebagian atau diulang seluruhnya,misalnya:
a)   Pengulangan seluruhnya
Bentuk baku                                                         
(1)   Kaki tangan-kaki tangan
(2)   Besar keci-besar kecil
Bentuk tidak baku
(1)   Kaki-kaki tangan
(2)   Besar-besar kecil
b)     Pengulangan sebagian
Bentuk ekonomis 
(1)   Abu-abu gosok
(2)   Surat-surat kabar
Bentuk kurang ekonomis
(1)   Abu gosok-abu gosok
(2)   Sura kabart-surat kabar
c)      Lebih dianjurkan pengulangan sebagian
Bentuk dianjurkan
(1)   Kereta-kereta api cepat
(2)   Pelatih-pelatih sepak bola
Bentuk tidak dianjurkan
(1)   Kereta api cepat-kereta api cepat
(2)   Pelatih sepak bola -pelatih sepak bola
b)        Kesalahan Bahasa Tataran Sintaksis
Sintaksis adalah cabang linguistik tentang susunan kalimat dan bagian bagianya; ilmu tata kalimat (tim penyusun kamus, 199 : 946). Ramlan (1987 : 21) mendefinisikan sintaksis sebagai bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase; berbeda dengan mofologi yang membicarakan seluk beluk kata dan morfem. Kesalahan dalam tataran sintaksis berhubungan erat dengan kesalahan pada bidang morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata.
Kesalahan dalam tataran sintaksis antara lain berupa: kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat.

1)      Kesalahan dalam Bidang Frasa
a)    Adanya pengaruh bahasa daerah
Bentuk tidak baku
(1)      Anak-anak pada tidur diruang tengah.
(2)      Kalau harus disuruh menunggu, dia sudah tidak sabaran lagi.
Bentuk baku
(1)   Anak-anak sedang tidur diruang tengah.
(2)   Kalau harus disuruh menunggu, dia sudah tidak sabar lagi.
b)      Penggunaan preposisi yang tidak tepat
Bentuk tidak baku
(1)   Tolong ambilkan buku saya pada laci meja itu.
(2)   Di hari bahagia ini aku persembahkan sebuah lagu untukmu.
Bentuk baku
1)      Tolong ambilkan buku saya pada di laci meja itu.
2)      Pada  hari bahagia ini aku persembahkan sebuah lagu untukmu.
c)      Susunan kata yang tidak tepat
Bentuk tidak baku
(1)   Kamu sudah terima buku-buku itu?
(2)   Ini hari kita akan menyaksikan bebagai atraksi yang dibawakan oleh putra putri kita.
Bentuk baku
(1)    Sudah kamu terima buku-buku itu?
(2)   Hari ini kita akan menyaksikan bebagai atraksi yang dibawakan oleh putra putri kita.
d)     Penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir
Bentuk tidak baku
(1)      Dilarang tidak boleh merokok di sini!
(2)      Kita pun juga harus berbuat baik kepada mereka.
Bentuk baku
(1)      Dilarang merokok di sini!
(2)      Kita pun juga harus berbuat baik kepada mereka.
e)      Penggunaan bentuk superlatif yang berlebihan
Menurut pernyataan Setyawati (2010:81) Bentuk superlatif adalah suatu bentuk yang mengandung arti ‘paling’ dalam suatu parbandingan. Bentuk yang mengandung arti ‘paling’ itu dapat dihasilkan dengan suatu adjektiva ditambah adverbial amat, sangat, sekali atau paling.
Misalnya:
Bentuk tidak baku
(1)   Pengalaman itu sangat menyenangkan sekali.
(2)   Penderitaan yang dia alami amat sangat memilukan.
Bentuk baku
(1)   Pengalaman itu sangat menyenangkan.
(2)   Penderitaan yang dia alami sangat memilukan.


f)       Penggunaan bentuk resiprokal yang salah
Menurut pernyataan Setyawati (2010:83) Bentuk resiprokal adalah bentuk bahasa yang mengandung arti ‘berbalasan’. Bentuk resiprokal dapat dihasilkan dengan menggunakan kata saling atau dengan kata ulang berimbuhan. Akan tetapi jika ada bentuk yang berarti ‘berbalasan’ itu dengan cara pengulangan kata sekaligus dengan penggunaan kata saling, akan terjadilah bentuk resiprokal yang salah seperti kalimat-kalimat berikut ini.
Bentuk tidak baku
(1)      Sesama pengemudi dilarang saling dahulu-mendahului.
(2)      Dalam pertemuan itu para mahasiswa dapat saling tukar menukar informasi.
Bentuk baku
(1)      Sesama pengemudi dilarang saling mendahului.
(2)      Dalam pertemuan itu para mahasiswa dapat saling  menukar informasi.

2)        Kesalahan dalam bidang kalimat
a)    Kalimat tidak bersubjek
Bentuk tidak baku
(1)      Untuk kegiatan itu memerlukan biaya yang cukup banyak.
(2)      Di semarang minggu depan akan mengadakan pameran pembangunan.
Bentuk baku
1)        Untuk kegiatan itu diperlukan biaya yang cukup banyak.
2)        Di semarang minggu depan akan diadakan pameran pembangunan.

b)      Kalimat tidak berpredikat
Bentuk tidak baku
(1)      Bandar udara Soekarno-Hatta yang dibangun dengan menggunakan teknik cakar ayam yang belum pernah digunakan di mana pun sebelum ini karena teknik itu memang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini oleh para rekayasa Indonesia.
(2)      Proyek rekayasa yang menghabiskan dana yang besar serta tenaga kerja yang banyak dan ternyata pada saat ini sudah mulai beroperasi karena dikerjakan siang dan malam dan sudah diresmikan pada awal Repelita yang lalu oleh Kepala Negara .
Bentuk baku
1)        Bandar udara Soekarno-Hatta dibangun dengan menggunakan teknik cakar ayam yang belum pernah digunakan di mana pun sebelum ini karena teknik itu memang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini oleh para rekayasa Indonesia.
2)        Proyek rekayasa yang menghabiskan dana yang besar serta tenaga kerja yang banyak itu ternyata pada saat ini sudah mulai beroperasi karena dikerjakan siang dan malam dan sudah diresmikan pada awal Repelita yang lalu oleh Kepala Negara.

c)      Kalimat tidak bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat buntung)
Bentuk tidak baku
(1)      Lelaki itu menatapku aneh. Serta sulit dimengerti.
(2)      Di negeri saya ajaran itu sulit diterima. Dan sukar untuk dilaksanakan.
Bentuk baku
(1)   Lelaki itu menatapku aneh serta sulit dimengerti.
(2)   Di negeri saya ajaran itu sulit diterima dan sukar untuk dilaksanakan.

d)     Penggandaan subjek
Bentuk tidak baku
(1)      buku itu saya sudah membacanya.
(2)      Rumah yang bertingkat itulah orang asing tersebut tinggal.
Bentuk baku
(1)      buku itu sudah saya baca.
(2)      Di Rumah yang bertingkat itulah orang asing tersebut tinggal. (salah satunya menjadi fungsi keterangan).

e)      Antara predikat dan objek yang tersisipi
Bentuk tidak baku
(1)   Kami mengharap atas kehadiran saudara tepat pada waktunya.
(2)   Banyak anggota masyarakat belum menyadari akan pentingnya kesehatan lingkungan.
Bentuk baku
(1)      Kami mengharap kehadiran saudara tepat pada waktunya.
(2)      Banyak anggota masyarakat belum menyadari pentingnya kesehatan lingkungan.
f)       Kalimat yang tidak logis
Menurut pernyataan Setyawati (2010:92) kalimat tidak logis adalah kalimat yang tidak masuk akal. Hal itu terjadi karena pembicara atau penulis kurang berhati-hati dalam memilih kata.
Misalnya:
Kata tidak baku
(1)      Yang sudah selesai mengerjakan soal harap dikumpulkan.
(2)      Untuk mempersingkat waktu, kita lanjutkan acara ini.
Bentuk baku
(1)      Yang sudah selesai mengerjakan soal harap mengumpulkan pekerjaanya.
(2)      Untuk menghemat waktu, kita lanjutkan acara ini.

g)      Kalimat yang ambiguitas
Menurut pernyataan Setyawati (2010:94) ambiguitas adalah kegandaan arti kalimat, sehingga meragukan atau sama sekali tidak dipahami orang lain. Ambiguitas dapat disebabkan beberapahal, di antaranya intonasi yang tidak tepat, pemakaian kata yang sifatnya polisemi, struktur kalimat yang tidak tepat.
Misalnya:
Bentuk ambiguitas
(1)      Pintu gerbang istana yang indah terbuat dari emas.
(2)      Mobil rektor yang baru mahal harganya.
Bentuk ambiguitas
(1)      a) Pintu gerbang yang indah di istana itu terbuat dari
emas.
b) Pintu gerbang yang ada di istana yang indah itu
     terbuat dari emas.
(2)      a)  Mobil yang baru kepunyaan rektor, mahal harganya.
   b) Mobil itu kepunyaan rektor yang baru, mahal 
harganya.

h)      Penghilangan konjungsi
Bentuk tidak baku
(1)      Sering digunakan untuk kejahatan,computer iini kini dilengkapi pula dengan alat pengaman.
(2)      Membaca surat anda, saya sangat kecewa.
Bentuk baku
(1)      Karena sering digunakan untuk kejahatan,computer iini kini dilengkapi pula dengan alat pengaman.
(2)      Setelah membaca surat anda, saya sangat kecewa.

i)        Penggunaan konjungsi yang berlebihan
Bentuk tidak baku
(1)      Walaupun dia belum istirahat seharian, tetapi dia datang juga di pertemuan RT.
(2)      Meskipun hukuman sangat kuat berat, tetapi tampaknya pengedar ganja itu tidak gentar.
Bentuk baku
(1)      Dia belum istirahat seharian, tetapi dia datang juga di pertemuan RT.
(2)      Meskipun hukuman sangat kuat berat, tampaknya pengedar ganja itu tidak gentar.

j)        Urutan yang tidak paralel
Bentuk tidak baku
(1)      Harga BBM dibekukan atau kenaikan secara luwes.
(2)      Tahap terakhir penyelesaian rumah itu adalah pengaturan tata ruang, memasang penerangan dan pengecetan tembok.
Bentuk baku
(1)      Harga BBM dibekukan atau dinaikan secara luwes.
(2)      Tahap terakhir penyelesaian rumah itu adalah pengaturan tata ruang, pemasangan penerangan dan pengecetan tembok.

k)      Penggunaan istilah asing
Bentuk tidak baku
(1)      Kita segera menyusun project proposal dan sekaligus budgeting-nya.
(2)      Dalam work shop ini akan dibahas working paper agar diperoleh imput bagi kita.
Bentuk baku
(1)      Kita segera menyusun rencana kegiatan dan sekaligus rancangan biayanya.
(2)      Dalam sanggar kerja ini akan dibahas kertas kerja agar diperoleh masukan bagi kita.

l)        Penggunaan kata Tanya yang tidak perlu
Dalam bahasa Indonesia sering di jumpai penggunaan bentuk-bentuk di mana, yang mana, hal mana, dari mana dan kata-kata tanya yang lain sebagai penghubung atau terdapat dalam kalimat berita (bukan kalimat Tanya). Contoh-contohnya adalah sebagai berikut.
Bentuk tidak baku
(1)      Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggungnya perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.
(2)      Saskia membuka-buka album dalam mana ia menyiapkan foto terbarunya.
 Bentuk baku
(1)      Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggungnya perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.
(2)      Saskia membuka-buka album  tempat  ia menyiapkan foto terbarunya.

c)         Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik
Kesalahan berbahasa dalam tataran semantic dapat berkaitan dengan bahasa tulis maupun bahasa lisan. Kesalahan berbahasa ini dapat terjadi pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Kesalahan berbahasa dalam tataran semantic ini penekanannya pada penyimpangan makna, baik yang berkaitan dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun kalimat yang maknanya menyimpang dari makna yang seharusnya, maka tergolong ke dalam kesalahan berbahasa ini.
Banyak penyimpangan terjadi dalam penggunaan bahsa sehari- hari yang berkaitan dengan makna yang tidak tepat. Makna yang tidak tepat tersebut dapat berupa:
1)             Kesalahan Penggunaan Kata-kata yang Mirip.
Kata-kata yang bermiripan tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yakni (i) pasangan yang seasal, contoh: kurban dan korban; (ii) pasangan yang bersaing, contoh: Kualitatif dan kwalitatif ; dan (iii) pasangan yang terancukan, contoh: sah dan syah (Alwi,1991:21-22). Banyaknya kata yang mempunyai kemiripan menuntun banyak ketelitian. Menurut penulis, dari tiga jenis kemiripan tersebut,yang berkaitan dengan makna yang berbeda terdapat pada jenis pasangan yang seasal dan pasangan yang terancukan.
2)         Kesalahan Pilihan Kata atau Diksi
Penggunaan kata-kata yang saling menggantikan yang dipaksakan akan menimbulkan perubahan makna kalimat bahkan merusak struktur kalimat, jika tidak disesuaikan dengan makna atau maksud kalimat yang sebenarnya. Pilihan kata yang tidak tepat sering penggunaannya divariasikan secara bebas, sehingga menimbulkan kesalahan. Kalimat seperti tidak bermasalah, jika hanya dicermati sekilas saja. Contoh: mantan dan bekas, busana dan baju, jam dan pukul dan lain-lain.
Uraian sekilas wujud kesalahan berbahasa dalam tataran semantic tersebut akan dibicarakan satu per satu berikut ini.
a)      Kesalahan karena Pasangan yang Seasal
Pasangan yang seasal adalah pasangan kata yang memiliki bentuk asal yang sama dan maknanya pun berdekatan (Alwi, 1991 :21 ). Dalam hal ini kita tidak menentukan bentuk mana yang benar, tetapi bentuk mana yang maknanya tepat untuk menyatakan gagasan kita. Dengan kata lain, masing-masing adalah bentuk yang benar. Kita dapat mengamati contoh-contoh pemakaian pasangan yang seasal berikut ini.
(1)          Penggunaan kata kurban dan korban
Penggunaan kata kurban dan korban sebenarnya berasal dari kata yang sama dari bahasa Arab, yaitu qurban. Kedua kata itu merupakan kata baku di dalam bahasa Indonesia. Dalam perkembangannya, qurban diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan penyesuaian ejaan dan dengan perkembangan makna yang berbeda. Akibat ketidakhati-hatian pemakai bahasa, kedua kata tersebut sering dipertukarkan pemakaiannya. Contoh.
Bentuk Tidak Baku
(a)      Daging korban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
(b)     Jumlah kurban tanah longsor yang tewas sudah bias dipastikan.
Bentuk Baku
(a)      Daging kurban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
(b)     Jumlah korban tanah longsor yang tewas sudah bias dipastikan.
(2)    Penggunaan kata Lolos dan Lulus
Kata Lolos dan Lulus merupakan dua kata yang hamper sama dalam segi bentuk maupun makna. Dari segi bentuk kedua kata tersebut dibedakan oleh vocal yang membentuknya, yaitu vokal /o/ pada [lolos] dan vokal /u/ pada [lulus]. Kekurangcermatan pamakai tertukar dengan yang lain, sehingga menimbulkan keslahan. Pemakaian yang salah dapat diperhatikan pada contoh berikut ini.
                               Bentuk Tidak Baku
(a)        Narapidana itu lulus dari penjara tadi malam dengan merusak terali jendela.
(b)   Benang sebesar itu tidak dapat lolos ke lubang 
   jarum yang kecil itu.
Bentuk Baku
(a)      Narapidana itu lolos dari penjara tadi malam dengan merusak terali jendela.
(b)      Benang sebesar itu tidak dapat lulus ke lubang jarum yang kecil itu.
(3)     Penggunaan Kata Penglepasan dan Pelepasan
Kata penglepasan oleh pemakai bahasa sering pula digunakan disamping kata pelepasan. Penggunaan kedua kata tersebut sering dipertukarkan, perhatikan pemakaian berikut ini.
 Bentuk Tidak Baku
(a)       Acara pelepasan para wisudawan akan dimulai pukul 08.00.
(b)      Bayi yang baru saja dilahirkan itu mengalami cacat fisik, yaitu di bagian penglepasannya.
Bentuk Baku
(a)      Acara penglepasan para wisudawan akan dimulai pukul 08.00.
(b)      Bayi yang baru saja dilahirkan itu mengalami  
  cacat fisik, yaitu di bagian pelepasannya.
(4)     Penggunaan kata Mengkaji dan Mengaji
Kata Mengkaji oleh pemakai bahasa juga sering digunakan disamping kata  Mengaji. Penggunaan kedua kata tersebut sering salah. Cermati pemakaian berikut ini.
                  Bentuk Tidak Baku
(a)           Anak-anak muslim di kampng itu setiap hari pukul 16.00 mengkaji di masjid Darussalam.
(b)          Para ilmuwan sedang mengaji hasil penelitian.
Bentuk Baku
(a)           Anak-anak muslim di kampng itu setiap hari pukul 16.00 mengkaji di masjid  Darussalam.
(b)          Para ilmuwan sedang mengaji hasil penelitian.

(5)          Penggunaan kata hijrah dan Hijriah
Sering orang mempertikarkan pemakaian kedua kata tersebut. Perhatikan contoh berikut ini.
                                           Bentuk Tidak  Baku
(a)           Tahun baru Hijrah jatuh pada tanggal 18 Desember 2009.
(b)          Perpindahan Nabi Muhammad saw dari Mekah ke Medinah disebut hijriah.
Bentuk Baku
(a)           Tahun baru Hijriah jatuh pada tanggal 18 Desember 2009.
(b)          Perpindahan Nabi Muhammad saw dari Mekah ke Medinah disebut hijrah.
b)     Kesalahan karena Pasangan yang Terancukan
Jenis lain kesalahan karena kemiripan adalah pasangan yang terancukan. Pasangan yang terancukan terjadi jika orang yang tidak mengetahui secara pasti bentuk kata yang benar lalu terkacaukan oleh bentuk yang dianggap benar. Dalam hal ini kedua anggota pasangan itu memang bentuk yang benar, tetapi harus diperhatikan perbedaan maknanya. Akibatnya, kadang-kadang ditemukan penggunaan bentuk yang salah. Marilah kita cermati contoh-contoh kesalahan pemakaian jenis ini.
(1)     Penggunaan kata Sah dan Syah
Kata Sah dan Syah merupakan dua kata yang berbeda dari segi makna. Kemiripan bentuk dan lafal memang memiliki kedua kata tersebut. Tidak mengherankan jika pemakai bahasa yang tidak cermat, sering mengacaukan pemakaiannya. Perhatikan pemakaian berikut ini.
Bentuk Tidak Baku
(a)      Sah Iran sudah pernah dikunjungi Indonesia.
(b)      Dia sekarang telah syah menjadi suami saya.
 Bentuk Tidak Baku
(a)      Syah Iran sudah pernah dikunjungi Indonesia.
(b)      Dia sekarang telah sah menjadi suami saya.

(2)     Penggunaan kata Kafan dan Kapan
Bentuk Tidak Baku
(a)      Mayat itu sudah dibungkus kain kapan.
(b)      Kafan kamu akan berangkat ke Bandung?
Bentuk Baku
(a)      Mayat itu sudah dibungkus kain kafan.
(b)       Kapan kamu akan berangkat ke Bandung?
(3)     Penggunaan kata fakta dan Pakta
Bentuk Tidak Baku
(a)      Kamulah yang harus bertanggung jawab atas peristiwa itu berdasarkan pakta  yang ada.
(b)      Fakta Pertahanan Atlantik Utara merupakan perjanjian internasional yang diprakarsai oleh Amerika.
 Bentuk Baku
(a)      Kamulah yang harus bertanggung jawab atas peristiwa itu berdasarkan fakta  yang ada.
(b)      Pakta Pertahanan Atlantik Utara merupakan perjanjian internasional yang diprakarsai oleh Amerika.

(4)   Penggunaan kata Folio dan Polio
Bentuk Tidak Baku
(a)      Pegawai itu baru saja membeli kertas polio di Toko Laris.
(b)      Adiknya sejak kecil menderita penyakit folio.
Bentuk Baku
(a)      Pegawai itu baru saja membeli kertas folio di Toko Laris.
(b)      Adiknya sejak kecil menderita penyakit polio.

(5)     Penggunaan kata Sarat dan Syarat
Bentuk Tidak Baku
(a)      Sehat jasmani da rohani merupakan sarat menjadi seorang guru..
(b)      Bis yang mengalami kecelakaan di jalan pantura kemarin syarat penumpang.
Bentuk Baku
(a)      Sehat jasmani da rohani merupakan syarat menjadi seorang guru..
(b)      Bis yang mengalami kecelakaan di jalan pantura kemarin sarat penumpang.

(6)     Penggunaan kata Sair dan Syair
Bentuk Tidak Baku
(a)      Sastrawan itu sedang asyik membaca sair.
(b)      Orang Islam yang beriman selalu berhati-hati dalam berbuat, dia selalu ingat syair.
 Bentuk Baku
(a)      Sastrawan itu sedang asyik membaca syair.
(b)      Orang Islam yang beriman selalu berhati-hati dalam berbuat, dia selalu ingat  sair.

c)      Kesalahan karena pilihan kata yang tidak tepat
Ada dua istilah yang berkaitan dengan masalah subjudul ini, yaitu istilah pemilihan kata dan pilihan kata. Pemilihan kata adalah proses atau tindakan memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, sedangkan pilihan kata adalah hasil proses atau tindakan tersebut.
Setiap kata memiliki makna tertentu yang berbeda dengan kata yang lain. Kendatipun ada beberapa kata yang sekilas tampaknya memiliki makna yang hamper sama, tetapi jika diteliti lebih seksama lagi akan tampaklah bahwa masing-masing kata itu memiliki persamaan makna yang bersifat tidak menyeluruh atau tidak total atau tidak mutlak. Kesamaannya hanya bersifat sebagian.
Biasanya orang membuka kamus untuk mengetahui makna atau arti sebuah kata, cara menulisannya, atau cara-cara melafalkannya. Akan tetapi, banyak juga orang yang menginginkan lebih dari itu. Mereka ingin menemukan kata tertentu untuk mengetahiu pemakaiannya secara tepat.
Ketepatan makna dan kelaziman pemakaian kata perlu diperhatikan ketika memilih kata. Dalam kegiatan berbahasa, pilihan kata merupakan aspek yang sangat penting karena pilihan kata yang tidak tepat selain menyebabkan ketidakefektifan bahasa yang digunakan, juga dapat mengganggu kejelasan informasi dan rusaknya situasi komunikasi juga tidak jarang disebabkan oleh penggunaan pilihan kata yang tidak tepat.
Seorang pembicara atau penulis akan memilih kata yang “terbaik” untuk mengungkapkan pesan yang akan disampaikannya. Pilihan kata  yang “terbaik” adalah yang memenuhi syarat antara lain: (1) ketepatan, (2) kebenaran, dan (3) kelaziman  (Alwi dkk, 1992: 11). Kata yang tepat adalah kata yang mempunyai makna yang dapat mengungkapkan atau sesuai dengan gagasan pemakai bahasa. Kata yang benar adalah kata yang diucapkan atau ditulis sesuai dengan bentuk yang benar (baik bentuk dasar maupun bentuk jadian). Kata yang lazim adalah kata yang biasa digunakan untuk mengungkapakan gagasan tertentu.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa contoh wujud kesalahan pilihan kata.
1)      Penggunaan kata pukul dan Jam
Bentuk Tidak Baku
a)        Hari ini akan kita bicarakan masalah kata majemuk dalam bahasa Indonesia hingga kira-kira jam 14.00
b)        Beberapa dokter mengoperasi pasien penyakit jantung coroner selama 3 jam, yaitu jam 13.00 s.d 16.00
Bentuk Tidak Baku
a)      Hari ini akan kita bicarakan masalah kata majemuk dalam bahasa Indonesia hingga kira-kira pukul 14.00
b)        Beberapa dokter mengoperasi pasien penyakit jantung coroner selama 3 jam, yaitu pukul 13.00 s.d 16.00

2)      Penggunaan kata Masing-masing dan Tiap-tiap
Bentuk Tidak Baku
a)          Masing-masing peserta boleh mengirimkan lebih dari satu cerpen.
b)          Kelompok tiap-tiap terdiri atas enam orang saja.
 Bentuk Baku
a)        Tiap-tiap peserta boleh mengirimkan lebih dari satu cerpen.
b)        Kelompok masing-masing terdiri atas enam orang saja.
c)         

3)      Penggunaan kata Tidak dan Bukan
Bentuk Tidak Baku
a)        Andika bukan mengerjakan pekerjaan rumah, sehingga dimarahi Pak Rudi.
b)        Harga buku yang kubeli tadi tidak sepuluh ribu.
Bentuk Baku
a)        Andika tidak  mengerjakan pekerjaan rumah, sehingga dimarahi Pak Rudi.
b)        Harga buku yang kubeli tadi bukan  sepuluh ribu.

d)        Kesalahan Berbahasa Tataran Wacana
Wacana merupakan satuan linguistik yang tertinggi. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Tarigan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan dan tertulis (1987: 27). Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana,1993: 231).
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar berarti wacana itu terbentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainya.
Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi jika dalam wacana itu sudah terbina kohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut atau adanya hubungan bentuk. Alat-alat wacana yang dapat membuat kekohesian sebuah wacana sebuah wacana antara lain: (a) pengacuan atau referensi, (b) penyulihan atau  substitusi, (c) pelesapan atau ellipsis dan (d) perangkaian atau konjungsi (sumarlam,2009: 35).
 Jika wacana itu kohesif akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar atau adanya hubungan makna atau hubungan semantis. Adapun alat wacana yang membentuk kekoherensian antaralain: (a) pengulangan atau repetisi, (b) padan makna atau sinonimi, (c) lawan makna atau sinonimi, (d) hubungan atas-bawah atau hipernimi, (e) sanding kata atau kolokasi dan (f) kesepadanan atau ekuivalisasi (sumarlam, 2009: 35).
Berdasarkan uraian diatas, dapat dicermati ruang lingkup kesalahan dalam tataran wacana dapat meliputi: (1) kesalahan dalam kohesi dan (2) kesalahan dalam koherensi.

1)        Kesalahan dalam kohesi
a)        Kesalahan penggunaan pengacuan
Wacana tidak baku
(1)          Rombongan darma wisata itu mula-mula mendatangi Pulau Madura. Setelah itu dia melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali.
(2)          Karena tidak berhenti-henti, anak kecil itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang yang lewat mencoba menolong mereka.
Wacana baku
(1)          Rombongan darma wisata itu mula-mula mendatangi Pulau Madura. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali.
(2)          Karena tidak berhenti-henti, anak kecil itu terjatuh ke sungai. Beberapa orang yang lewat mencoba menolongnya.
b)        Kesalahan penggunaan penyulihan
Wacana tidak baku
(1)          Ibrahim sekarang sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Derajat kesarjanaanya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
(2)          Prima dan bibi masuk ke warung kopi. Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau satu. Keinginan mereka rupanya berbeda.
Wacana baku
(1)          Ibrahim sekarang sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Pendidikan. titel kesarjanaanya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
(2)          Prima dan bibi masuk ke warung kopi. Bibi memesan kopi susu. Prima juga mau satu. Keinginan mereka rupanya sama.

c)        Kekurangefektifan wacana karena tidak ada pelesapan
Wacana kurang efektif
(1)          Sudah seminggu ini Rohmah sering ke rumahku. Rohmah kadang-kadang mengantar jajanan dan berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang genganku tentang cinta. Entah mengapa, aku pun enggan mengiring perbincangan kami ke arah sana.
(2)          Pohon-pohon kelapa menyenangkan hati. Pohon-pohon kelapa itu baru berumur enam tahun. Pohon-pohon kelapa itu pendek-pendek dan rendah tetapi sudah berubah banyak. Buahnya bahkan ada yang mencapai tanah. Hasilnya memang di luar dugaan.
               Wacana efektif
(1)          Sudah seminggu ini Rohmah sering ke rumah. Kadang-kadang mengantar jajanan dan berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang genganku tentang cinta. Entah mengapa, aku pun enggan mengiring perbincangan kami ke arah sana.
(2)          Pohon-pohon kelapa menyenangkan hati. Baru berumur enam tahun. Pendek-pendek dan rendah tetapi sudah berubah banyak. Buahnya bahkan ada yang mencapai tanah. Hasilnya memang di luar dugaan.

d)     Kesalahan penggunaan konjungsi
Wacana tidak baku
(1)          Badanya terasa kurang enak dan dia masuk kantor juga meskipun banyak tugas yang harus diselesaikan dengan segera. Masuk dan tidak masuk kantor, pekerjaan harus selesai untuk bulan depan akan diadakan serah terima jabatan. Karena yang digantikan dan pengganti harus dipertemukan pada saat itu.
(2)          Agak lama aku merenungkan nasihat orang tuaku. Tetapi aku mendapat gagasan baru. Memang benar nasihat itu; “aku sebaiknya melanjutkan ke perguruan tinggi”. Namun tekadku sudah bulat. Dengan demikian aku harus meninggalkan tampat ini dan segera berangkat ke Surabaya.
Wacana baku
(1)          Badanya terasa kurang enak tetapi dia masuk kantor juga karena banyak tugas yang harus diselesaikan dengan segera. Masuk atau tidak masuk kantor, pekerjaan harus selesai sebab bulan depan akan diadakan serah terima jabatan. baik yang digantikan maupun pengganti harus dipertemukan pada saat itu.
(2)          Agak lama aku merenungkan nasihat orang tuaku. lalu aku mendapat gagasan baru. Memang benar nasihat itu; “aku sebaiknya melanjutkan ke perguruan tinggi”. akhirnya tekadku sudah bulat. Oleh karena itu aku harus meninggalkan tampat ini dan segera berangkat ke Surabaya.

2)        Kesalahan dalam koherensi
Wacana tidak koherens
Banyak pahlawan bangsa dimakamkan di pemakaman itu. Mereka tewas dalam pertempuran melawan penjajah. Sungguh besar jasa para pahlawan itu untuk negeri ini.
Kalimat pertama dalam wacana mengambarkan banyak pahlawan yang meninggal dunia. Sekalipun frasa meninggal dunia bersinonimi dengan kata tewas dalam wacana kalimat kedua merupakan pemakaian yang tidak tepat. Sinonimi meninggal dunia yang tepat jika untuk pahlawan adalah gugur.
Wacana tidak koherens
Banyak pahlawan bangsa dimakamkan di pemakaman itu. Mereka gugur dalam pertempuran melawan penjajah. Sungguh besar jasa para pahlawan itu untuk negeri ini.


e)         Kesalahan Berbahasa dalam Penerapan Kaidah Ejaan Berbahasa Yang Disempurnakan.
1)      Ejaan
Selama ini orang umumnya berpendapat bahwa ejaan hanya berkaitan dengan cara suatu kata. Contoh, kata eja dieja dengan e-j-a menjadi eja. Pengertian ejaan seperti iru sebenarnya kurang tepat karena yang disebut ejaan pada dasarnya lebih luas dari itu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1996:250 ) ejaan didefinisikan sebagai kaidah- kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan ( huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Jelaslah bahwa ejaan tidak hanya berkaitan dengan cara mengeja suatu kata, tetapi yang lebih utama berkaitan dengan cara mengatur penulisan huruf menjadi satuan yang lebih besar, misalnya kata, kelompok kata atau kalimat. Kecuali itu, ejaan berkaitan pula dengan penggunaan tanda baca pada satuan-satuan huruf tersebut.
2)      Kesalahan Penulisan Huruf Besar atau Huruf Kapital
a)        Kesalahan penulisan huruf pertama ketikan langsung.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(1)      Ibu mengingatkan,” jangan lupa dompetmu,Tik!”
(2)      Karolina menjawab,” bukan aku yang mengambil baju itu, Bu.”
Bentuk  Baku
(1)   Ibu mengingatkan,” Jangan lupa dompetmu,Tik!”
(2)   Karolina menjawab,” Bukan aku yang mengambil baju itu, Bu.”
b)        Kesalahan penulisan huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan ( termasuk pada nama diri), kitab suci, dan mana Tuhan (termasuk kata ganti untuk Tuhan).
Contoh:
Bentuk Tidak Baku                                                                                        
(1)          Ya allah, semoga engkau menerima arwah ayah saya.
(2)          Limpahkanlah rahmatmu kepada kami ya Allah.
Bentuk Baku
(1)          Ya Allah, semoga engkau menerima arwah ayah saya.
(2)          Limpahkanlah rahmatMu kepada kami ya Allah.
c)        Kesalahan penulisan huruf pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, keagamaan), jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(1)          Pemerintah baru saja memberikan anugerah kepada mahaputra Yamin.
(2)          Nabi Ismail adalah anak nabi Ibrahim alaisalam.
Bentuk Tidak Baku
(1)          Pemerintah baru saja memberikan anugerah kepada Mahaputra Yamin.
(2)          Nabi Ismail adalah anak Nabi Ibrahim alaisalam.
d)       Kesalahan penulisan kata-kata van, der, den, da, de, di, bin, dan ibnu yang digunakan sebagai nama orang ditulis dengan huruf besar, padahal kata-kata itu tidak terletak pada awal kalimat.Contoh:
Bentuk baku
Van den bosch
Mursid bin Hasan
Bentuk Tidak Baku
Van Den Bosch
Mursid Bin Hasan
e)        Kesalahan penulisan huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang tidak terletak pada awal kalimat.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(1)          Di Indonesia terdapat suku jawa, suku bali, suku batak, dan sebagainya.
(2)          Kita, Bangsa Indonesia harus bertekad untuk menyukseskan pembangunan.
Bentuk Baku
(1)          Di Indonesia terdapat suku Jawa, suku Bali, suku Batak, dan sebagainya.
(2)          Kita, bangsa Indonesia harus bertekad untuk menyukseskan pembangunan.

f)         Kesalahan penulisan huruf pertama nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh;
Bentuk Tidak Baku
(1)          Pada Bulan agustus terdapat hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia.
(2)          Setiap Hari Jumat semua instansi di Indonesia menyelenggarakan senam kesegaran jasmani.


Bentuk  Baku
(1)          Pada bulan Agustus terdapat hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia.
(2)          Setiap hari Jumat semua instansi di Indonesia menyelenggarakan senam kesegaran jasmani.

g)        Kesalahan penulisan pada huruf pertama nama khas geografi.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(1)          Salah satu daerah pariwisata di Sumatra adalah danau Toba.
(2)          Pulau Jawa dan Pulau Sumatra dihubungkan oleh selat Sunda.
Bentuk Baku
(1)          Salah satu daerah pariwisata di Sumatra adalah Danau Toba.
(2)          Pulau Jawa dan Pulau Sumatra dihubungkan oleh Selat Sunda.
h)        Kesalahan penulisan huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
a)             Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dipilih oleh majelis permusyawaratan rakyat.
b)             Semua anggota PBB harus mematuhi piagam perserikataana bangsa-bangsa.
Bentuk Baku
(1)          Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2)          Semua anggota PBB harus mematuhi Piagam Perserikataana Bangsa-Bangsa.

i)          Kesalahan penulisan huruf pertama pada kata tugas seperti: di, ke, dari, untuk, yang, dan, atau, dan dalam pada judul buku, majalah, surat kabar, dan karangan yang tidak terletak pada posisi awal.
Bentuk Tidak Baku
(1)          Buku Pelajaran Sosiologi Untuk Sekolah Lanjutan Atas akan diterbitkan lagi.
(2)          Idrus mengarang buku Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma.
Bentuk Baku
(1)          Buku Pelajaran Sosiologi untuk Sekolah Lanjutan Atas akan diterbitkan lagi.
(2)          Idrus mengarang buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain Ke Roma.

j)          Kesalahan penulisan singkatan nama gelar dan sapaan.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(1)          Kami berharap hal tersebut dilaporkan kepada tn.Samuel.
(2)          Proyek itu dipimpin oleh drs. Tony Hatanto.
Bentuk Baku
(1)          Kami berharap hal tersebut dilaporkan kepada Tn.Samuel.
(2)          Proyek itu dipimpin oleh Drs. Tony Hatanto.
k)        Kesalahan pnulisah huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerebatan, seperti: bapak, ibu, saudara, anda, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Bentuk Tidak Baku
(1)            Kapan adik akan datang lagi kesini?
(2)            Kemarin paman pergi ke Singapura dengan bibi.
Bentuk Tidak Baku
a)                  Kapan adik akan datang lagi kesini?
b)                  Kemarin paman pergi ke Singapura dengan bibi.

3)      Kesalahan Penulisan huruf Miring
a)    Kesalahan penulisan huruf buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan. Perhatikan contoh di bawah ini.
Bentuk Tidak Baku
(1)     Wanita muslimah banyak yang menyenangi tabloid Nurani.
(2)     Harian Suara Merdeka menjadi bacaan warga Jawa Tengah.
Bentuk Baku
(1)   Wanita muslimah banyak yang menyenangi tabloid Nurani.
(2)   Harian Suara Merdeka menjadi bacaan warga Jawa Tengah.

b)      Kesalahan penulisan yang digunakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata. Contoh sebagai berikut.
Bentuk Tidak Baku
(1)     Buatlah contoh kalimat dengan kata bahagia!
(2)     Kata ubah ditambah prefiks meng- akan menjadi mengubah bukan merubah.
Bentuk Baku
(1)   Buatlah contoh kalimat dengan kata bahagia!
(2)   Kata ubah ditambah prefiks meng- akan menjadi mengubah bukan merubah.

c)      Kesalahan penulisan kata nama-nama ilmiah atau ungkapan bahasa asing atau bahasa daerah (yang tidak disesuaikan ejaan).
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(1)     Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
(2)     Ungkapan Wilujeng Sumping dalam bahasa Sunda berarti “Selamat Datang”.
Bentuk Baku
(1)   Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
(2)   Ungkapan Wilujeng Sumping dalam bahasa Sunda berarti “Selamat Datang”.

4)      Kesalahan Penulisan Kata
a)        Kesalahan Penulisan Kata Dasar dan Kata Bentukan
Bentuk Baku
diminta
kasihan
Bentuk Tidak Baku
di minta
kasih an

b)       Kesalahan Penulisan –ku, -kau, -mu, dan –nya.
Bentuk Baku
sepatuku
rumahmu
kauambil
Bentuk Tidak Baku
sepatu ku
rumah mu
kau ambil

c)      Kesalahan penulisan Preposisi di, ke, dan dari
Bentuk Baku
di teras rumah
ke sana-sini
Bentuk Tidak Baku
diteras rumah
kesana-sini

d)     Kesalahan Penulisan Partikel pun
Bentuk Baku
sekali pun
apa pun
dia pun
Bentuk Tidak Baku
sekalipun
apapun
diapun

e)      Kesalahan penulisan per
Bentuk Baku
Rp. 16.000,00 per meter
dibayarkan per Mei 2009
Bentuk Tidak Baku
Rp. 16.000,00 permeter
dibayarkan per-Mei 2009

5)        Kesalahan Meninggalkan Kata
Pemenggalan kata atau persukuan diperlukan apabila kita harus memenggal sebuah kata dalam tulisan jika terjadi pergantian baris. Pada pergantian baris, tanda hubung harus dibubuhkan di pinggir ujung baris, bukan dibawah ujung garis.
a)        Kesalahan Pemenggalan Dua Vokal yang Berurutan di Tengan Kata
Contoh:
Bentuk Baku
la-in
sa-at
Bentuk Tidak Baku
la - in
sa - at
Kaidah pemenggalan yang benar adalah jika di tengah kata ada dua vokal yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua vokal tersebut. Fonem diftong /ai/, /au/, dan /oi/ tidak pernah diceraikan. Apabila memenggal atau menyukukan sebuah kata, kita harus membubuhkan tanda hubung (-) di antara suku-suku kata itu dengan tidak didagului atau diikuti spasi.
b)        Kesalahan Pemenggalan Dua Vokal Mengapit  Konsonan di Tempat Kata
Contoh:
Bentuk Baku
se-ret
pa-man
Bentuk Tidak Baku
ser-et
pam-an

c)        Kesalahn Pemenggalan Dua Konsonan Berurutan di tengah Kata
Contoh:
Bentuk Baku
Ap-ril
mer-de-ka
Bentuk Tidak Baku
A-pril
me-rde-ka

d)       Kesalahan Pemenggalan Tiga Konsonan atau Lebih di Tengah Kata
Contoh:
Bentuk Baku
ab-strak
in-frak
Bentuk Tidak Baku
abs-trak
inf-rak

e)        Kesalahan Pemenggalan Kata Berimbuhan
Contoh:
Bentuk Baku
pem-ber-da-ya-an
meng-a-ku-i
Bentuk Tidak Baku
pe-mber-da-ya-an
me-nga-kui
Kaidah pemenggalan yang benar adalah imbuhan (prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks) termsuk yang mengalami perubahan bentuk biasanya ditulis derangkai dengan kata dasarnya salam pemanggalan kata dipisahkan sebagai satu kesatuan.
f)         Kesalahan Pemenggalan nama Diri
Contoh:
Bentuk Baku
Imam Nurzaman
Nur Komari saputri
Pratiwi sulistyowati
Bentuk Tidak Baku
I-mam Nur-zaman
Nur Ko-ma-ri sa-pu-tri
Pra-ti-wi su-lis-tyo-wa-ti

6)        Kesalahan Penulisan Lambang Bilangan.
a)      Kesalahan penulisan lambang bilangan dengan huruf.
Contoh:
Bentuk Baku
enam ratus lima puluh
seratus dua puluh tiga
Bentuk Tidak Baku
enam ratus limapuluh
seratus duapuluh tiga

b)      Kesalahan penulisan kata bilangan tingkat.
Contoh:
Bentuk Baku
abad XX
abad ke-20 
abad kedua puluh
Bentuk Tidak Baku
abad ke XX
abad ke 20 
abad keduapuluh

c)      Kesalahan penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an.
Contoh:
Bentuk Baku
pujangga  tahun 50-an
lembaran 1000-an
Bentuk Tidak Baku
pujangga tahun 50an
lembaran 1.000an

d)     Kesalahan penulisan lambing bilangan yang dapat menyatakan satu atau dua kata yang ditulis dengan angka dan kesalahan penulisan lambing bilangan yang menyatakan beberapa perincian atau pemaparan ditulis dengan huruf. Perhatikan contoh berikut.
Bentuk Tidak Baku
(1)     Sekitar 60 calon mahasiswa tidak diterima di akademi itu.
(2)     Tetanggaku membeli 4 pohon durian.
Bentuk Baku
(1)     Sekitar enam puluh calon mahasiswa tidak diterima di akademi itu.
(2)     Tetanggaku membeli empat  pohon durian.

e)      Kesalahan penulisan lambing bilangan pada awal kalimat dengan angka dan kesalahan penulisan lambing bilangan pada awal kalimat dengan huruf.

Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(1)     13 tukang becak itu pawai di jalan raya.
(2)     19 orang di kampong ini menderita gizi buruk.
Bentuk Baku
(1)   Tiga belas tukang becak itu pawai di jalan raya.
(2)   Sembilan belas  orang di kampong ini menderita gizi buruk.

f)       Keslahan penulisan angka yang menunjukkan jumlah antara ratusan, ribuan, dan seterusnya. Perhatikan contoh berikut.
Bentuk Tidak Baku
(1)     Jumlah peserta ujian seluruhnya 3554 orang.
(2)     Desa  Sukanandi berpenduduk 1785 jiwa.


Bentuk  Baku
(1)     Jumlah peserta ujian seluruhnya 3.554 orang.
(2)     Desa  Sukanandi berpenduduk 1.785 jiwa.

g)      Kesalahan penulisan jumlah uang.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(1)   Harga durian itu Rp. 25.000,00 per buah.
(2)   Setiap mahasiswa harus membayar iuran setiap semester Rp. 5000
Bentuk Baku
(3)   Harga durian itu Rp 25.000,00 per buah.
(4)   Setiap mahasiswa harus membayar iuran setiap semester Rp. 5.000,00

h)      Kesalahan penulisan  angka NIP, NIM/NPM dan nomor telepon.
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(1)     Nomor Induk Pegawai ayahku 130 678 890
(2)     Nomor Induk Mahasiswa anak itu 09.009.545
Bentuk Tidak Baku
(1)     Nomor Induk Pegawai ayahku 130678890
(2)     Nomor Induk Mahasiswa anak itu 09009545

7)        Kesalahan Penulisan Unsur Serapan.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas: (i) unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia (unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pelafalannya masih mengikuti cara asing) dan (ii) unsur asing yang pelafalannya dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
Kata Asing

activity
analysis
Penyerapan Baku

Aktivitas
Analisis
Penyerapan Tidak Baku
Aktifitas
Analisa

8)        Kesalahan Penulisan Tanda baca
a)        Kesalahan Penulisan Tanda Titik (.)
(1)      Penghillangan tanda titik pada akhir singkatan nama orang.
                        Contoh:
Bentuk Baku
M. Ramlan
W.S. Rendra
Bentuk Tidak Baku
M Ramlan
WS Rendra

(2)      Penghilang tanda titik pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
                       Contoh:

Bentuk Baku
S.E. (Sarjana Ekonomi )
Bentuk Tidak Baku
S E

(3)      Pemakaian tanda titik yang kurang atau berlebihan pada singkatan kata atau ungkapan.
                        Contoh:
Bentuk Baku
a.n. ( atas nama)
d.a (dengan alamat)
Bentuk Tidak Baku
an.
da.

(4)      Penghilangan tanda titik pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan, dan seterusnya.
                        Contoh:
Bentuk Baku
2.320  halaman
1.497meter
Bentuk Tidak Baku
2320 halaman
3497 meter

(5)      penambahan tanda titik pada singkatan yang terdiri atas huruf-huruf awal kata atau suku kata dan pada akronim.
Contoh:

Bentuk Baku
DPR
Sekjen
Bentuk Tidak Baku
D.P.R
Sekjen.

(6)      Penambahan tanda titik di belakang alamat pengirim, tanggal surat, di belakang, nama penerima, dan alamat penerima surat.
                            Contoh:
Bentuk Baku
Jalan Sudirman III. 45
Yogyakarta, 30 Maret 2009
Bentuk Tidak Baku
Jalan sudirman  III. 45.
Yogyakarta,30 Maret 2009.

b)       Kesalahan Penulisan Tanda Koma (,)
(1)      Penghilangan tanda koma di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilang.
Bentuk Tidak Baku
(a)      Anakku mengirimi aku beberapa baju, makanan kering dan uang.
(b)     Satu dua ….. tiga.
Bentuk Baku
(a)      Anakku mengirimi aku beberapa baju, makanan kering, dan uang.
(b)     Satu, dua, ….. tiga.
(2)      Penghilangan tanda  koma di antara dua klausa dalam kalimat majemuk setara (yang didahului oleh konjungsi tetapi, melainkan, dan sedangkan).
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(a)      Ibu akan mengabulkan permintaanmu tetapi kau harus mengikuti nasihat orang tua.
Bentuk Baku
(b)     Ibu akan mengabulkan permintaanmu, tetapi kau harus mengikuti nasihat orang tua.
(3)      Pemisahan anak kalimat dengan induk kalimat yang tidak menggunakan tanda koma (yang anak kalimat mendahului induk kalimat ).
Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(a)      Walaupun hidupnya kekurangan ia tidak pernah meminta kepada orang lain,


Bentuk Baku
(b)     Walaupun hidupnya kekurangan, ia tidak pernah meminta kepada orang lain,

(4)      Penghilangan tanda koma di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat di awal kalimat. Contoh:
Bentuk Tidak Baku
(a)      Jadi minggu depan kita berangkat ke Bali.
Bentuk Baku
(b)     Jadi, minggu depan kita berangkat ke Bali.

I.       Sistematka Penulisan Skripsi
Bab I Pendahuluan, yang menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II Landasan teori berisi pengertian menulis, jenis karangan, dan jenis kesalahan berbahasa .
Bab III berisi analisis kesalahan berbahasa pada karangan narasi siswa kelas VII D SMP Negeri 26 Semarang tahun ajaran 2011/2012.
Bab IV Penutup menguraikan simpulan dan saran.